"Ketentuan dalam PP JKP menunjukkan bahwa program ini cenderung eksklusif, hanya untuk pekerja formal, dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan diskriminasi," ujar Andriko.
Selain hubungan kerja, dia menilai bahwa persyaratan kepesertaan sangat rumit sehubungan dengan kewajiban bahwa peserta yang dapat terdaftar harus sudah terdaftar pada empat program jamsos lainnya, yakni JKM, JKK, JP, dan JHT.
"Menengok data yang dimiliki BPJSTK 2019, hanya ada 15 juta pekerja yang terdaftar sebagai peserta aktif BPJSTK untuk 4 program tersebut dari total 128 juta populasi penduduk bekerja. Berarti hanya ada 11% yang bisa terlindungi, atau terdaftar sebagai peserta JKP," terang Andriko.
Sementara itu, di program BPJSTK, tidak semua program menjadi kewajiban dari pemberi kerja seperti program JHT dan JP sifatnya tidak wajib. Proses pendaftaran pekerja untuk menjadi peserta BPJS adalah hak prerogatif pemilik kerja.
"Ketentuan PP JKP bahwa peserta harus terdaftar ini rumit dan mengeliminasi hak pekerja untuk bisa menjadi peserta di situasi ketergantungan tinggi untuk terdaftar pada JKP karena bergantung kewenangan pemilik usaha. JKP tidak akan efektif tanpa penegakan hukum yang kuat," pungkas Andriko. (FHM)