IDXChannel - Perekonomian China masih berjuang melanjutkan pemulihan hingga berakhirnya kuartal-I 2024. Memasuki kuartal kedua II-2024, sektor industri China mulai perlahan bangkit.
Pada tiga bulan pertama di 2024, PDB China naik 5,3 persen year on year (yoy), menyusul pertumbuhan sebesar 5,2 persen pada kuartal sebelumnya.
Kondisi ini juga menunjukkan peningkatan tahunan paling tajam sejak kuartal II-2023. Ini juga mencerminkan tingginya belanja terkait dengan pengeluaran untuk Tahun Baru Imlek.
Pada 2024, China juga menetapkan target pertumbuhan sekitar 5 persen, setelah tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2023.
Dari sisi moneter, bank sentral diperkirakan akan melakukan dua kali pengurangan suku bunga lagi pada tahun ini menyusul pemotongan yang tidak terduga pada awal Februari.
Gambaran Kondisi Sektor Industri China
Terbaru, data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Umum Caixin China naik menjadi 51,4 pada April 2024 dari 51,1 pada bulan sebelumnya, mengalahkan perkiraan sebesar 51.
Informasi saja, PMI Manufaktur Caixin mengukur kinerja sektor manufaktur berdasarkan survei terhadap 430 perusahaan industri swasta.
Ini menjadi pertumbuhan aktivitas pabrik selama enam bulan berturut-turut dan laju tercepat sejak Februari 2023, karena output tumbuh paling besar sejak Mei 2023.
Kondisi ini didukung oleh perbaikan kondisi permintaan, dengan peningkatan pesanan baru terbesar dalam satu tahun dan penjualan luar negeri meningkat dengan laju tercepat selama hampir tiga setengah tahun.
“Pasokan dan permintaan meningkat dengan lebih cepat di tengah peningkatan pasar. Pada bulan April, produksi produsen dan total pesanan baru terus meningkat, dengan subindeks yang terkait masing-masing mencapai level tertinggi baru sejak Mei 2023 dan Februari 2023,” kata Wang Zhe, ekonom di Caixin Insight Group.
Selain itu, aktivitas pembelian meningkat karena produsen meningkatkan kepemilikan bahan mentah dan barang setengah jadi. Sementara itu, lapangan kerja turun selama delapan bulan berturut-turut di tengah banyaknya pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dari segi harga, harga bahan baku naik paling cepat sejak Oktober 2023 karena kenaikan harga logam, minyak, dan bahan baku lainnya.
Sementara itu, harga jual mengalami penurunan di tengah ketatnya persaingan dan upaya promosi untuk mendongkrak penjualan.
Terakhir, sentimen melemah ke level terendah dalam empat bulan di tengah kekhawatiran atas kenaikan biaya dan meningkatnya persaingan.
Di sisi lain, indeks Output PMI Komposit NBS China turun menjadi 51,7 pada bulan April 2024 dari puncak 10 bulan di bulan Maret sebesar 52,7, yang mencerminkan perlambatan di sektor manufaktur dan jasa.
Data terakhir menunjukkan bahwa perekonomian masih berjuang untuk pulih di tengah melemahnya permintaan domestik, masih adanya risiko deflasi, dan melemahnya sektor properti yang berkepanjangan.
Sebagai informasi, Indeks Manajer Pembelian Komprehensif NBS mengukur kinerja sektor manufaktur dan non-manufaktur secara keseluruhan.
PMI Manufaktur NBS resmi China juga turun menjadi 50,4 pada April 2024 dari angka tertinggi dalam 12 bulan sebesar 50,8 pada pada Maret, dibandingkan dengan perkiraan pasar sebesar 50,3.
Meski demikian, ini masih menjadi ekspansi aktivitas pabrik selama dua bulan berturut-turut, di tengah upaya Beijing memacu peningkatan ekonomi.
Permintaan baru tumbuh lebih sedikit (51,1 vs 53,0 pada Maret), dengan penjualan luar negeri meningkat lebih lambat (50,6 vs 51,3), sementara output terus meningkat (52,9 vs 52,2). Sementara, tingkat lapangan kerja turun sedikit lebih cepat (48,0 vs 48,1).
Dari segi harga, inflasi biaya input meningkat ke puncaknya dalam tujuh bulan (54,0 vs 50,5) sementara penurunan harga output melambat (49,1 vs 47,4).
Dampak Lambatnya Manufaktur China Buat RI
Perlambatan ekonomi China, khusunya di sektor manufaktur, membuat banyak negara ketar-ketir, termasuk Indonesia. Pasalnya, China juga merupakan konsumen bahan-bahan mentah untuk industri seperti komoditas energi dan tambang.
Pelemahan ini sudah mulai terasa pada neraca dagang Indonesia. Terpantau kinerja ekspor Indonesia ke China juga mengalami penurunan pada kuartal I-2024.