Dilansir dari The Guardian, Firma riset Vortexa mencatat Selat Hormuz dilintasi rata-rata sekitar 17,8-20,8 juta barel minyak mentah, kondensat, dan bahan bakar per hari. Angka ini terhitung antara awal 2022 hingga Mei 2025.
Artinya, sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati selat tersebut.
Anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) – Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak – mengekspor sebagian besar minyak mentah mereka melalui selat tersebut, terutama ke Asia.
Selain minyak mentah, Selat Hormuz juga menjadi jalur utama bagi ekspor liquefied natural gas (LNG), sehingga menjadikannya kunci dalam rantai pasokan energi global.
Gangguan di jalur ini berpotensi memicu lonjakan harga energi dan instabilitas ekonomi di banyak negara. Harga minyak dunia berpotensi melonjak hingga USD130 per barel jika Iran memutuskan menutup Selat Hormuz.
Selat itu juga menjadi perlintasan bagi 80 persen perdagangan minyak dan gas alam cair (LNG) untuk Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).