"Kita harus mengantisipasi, bagaimana industri dalam negeri ini bisa berkembang, cita-cita kita elektrifikasi bisa tercapai, nikel ini tentu saja ada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan), kita punya nikel, kemudian limonet kita juga punya cobalt konten yang signifikan, kemudian juga kita masih punya sumber mangan di Nusa Tenggara Timur, nah inilah yanh harus kita integrasikan," tutur Arifin.
Sementara itu, CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengatakan smelter RKEF Ceria line 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
"Ukuran furnace-nya 72 MVA ini yang nanti akan input raw mineral sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun di kadar 1,59," urainya.
Derian menyebut itu merupakan langkah awal Ceria dan RKEF masih memiliki target membangun 4 jalur RKEF yang akan dibangun secara bertahap, dan juga akan membangun smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) dan seluruh aktivitas industri CERIA berpedoman terhadap kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
"Saat ini Ceria juga aktif untuk menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance), ini adalah cara Ceria untuk mengupgrade pola operasi untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial lebih detail lagi untuk mencegah bahaya-bahaya historis yang bisa terjadi lagi dan mencegah bahaya-bahaya yang akan terjadi," kata dia.
(FRI)