IDXChannel - Ada yang menarik dari gelaran pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) 2023 di Davos, Swiss.
Gelombang protes yang diinisiasi oleh Swiss Socialist Youth, Strike WEF dan Greenpeace terjadi di Davos Postplatz pada hari Minggu sebelum gelaran pertemuan tahunan WEF digelar.
Aksi ini dibuat untuk menuntut pajak iklim pada orang super kaya yang menghadiri pertemuan tahunan di forum ekonomi bergengsi tersebut.
Tak hanya itu, mengutip Reuters, perusahaan raksasa minyak mendapat tekanan serupa dari para aktivis lingkungan.
Para aktivis ini menuduh mereka membajak debat iklim, sementara kampanye yang disponsori aktivis lingkungan Greta Thunberg bertajuk "cease and desist" mendapat dukungan luas di media sosial.
Sebagai informasi, perusahaan energi besar termasuk BP (BP), Chevron (CVX) dan Saudi Aramco (2222.SE) termasuk di antara 1.500 pemimpin bisnis yang berkumpul untuk pertemuan tahunan di resort di Davos ini.
Salah satu topik yang diserukan di WEF salah satunya memang terkait keberlanjutan lingkungan, transisi energi, dan green economy.
Wacana kesenjangan sosial baru-baru ini memang cukup populer di media mainstream. Sorotan terhadap gaya hidup mewah orang super kaya lambat laun menunculkan semacam kecemburuan sosial yang meluas secara globa.
Kondisi ini diperparah dengan ancaman krisis biaya hidup yang dipaparkan oleh WEF sendiri. Dalam riset yang dilakukan WEF pada akhir Desember tahun lalu, seluruh responden sepakat bahwa krisis biaya hidup akan menjadi risiko global utama tahun ini.
Ini dikarenakan inflasi yang terus melambung dan kenaikan suku bunga yang juga terus meroket. Lalu, apakah sudah saatnya pajak untuk orang kaya ditambah?
Pentingnya Pajak Orang Kaya
Tahun ini momen krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya menjadi semakin tak terhindarkan. Puluhan juta orang sedang menghadapi kelaparan.
Ratusan juta lainnya menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan meroketnya biaya energi.
Kemiskinan meningkat untuk pertama kalinya dalam 25 tahun. Pada saat yang sama, banyak orang super kaya yang semakin menumpuk kekayaan secara dramatis. Banyak laba perusahaan mencapai rekor tertinggi, mendorong lonjakan ketidaksetaraan secara global.
Sebagai contoh, beberapa perusahaan farmasi terus memperoleh keuntungan dari krisis Covid-19 di mana produksi vaksin Corona telah mendongkrak pendapatan mereka.
Di era dunia tengah kelimpungan energi, mengutip The Guardian, keuntungan yang dihasilkan perusahaan minyak terbesar dunia telah melonjak hampir £150 miliar sepanjang tahun lalu akibat perang Rusia di Ukraina. Perang ini mendorong harga energi meroket secara signifikan.
Berdasarkan laporan terbaru lembaga Oxfam yang berjudul Survival of the Richest: How We Must Tax The Super-Rich Now To Fight Inequality, sebanyak 1% orang terkaya menguasai 45,6% kekayaan global.
Sedangkan separuh dunia termiskin hanya memiliki 0,75% kekayaan global. Sebanyak 81 miliarder memiliki lebih banyak kekayaan dibandingkan gabungan 50% kekayaan dunia. (Lihat grafik di bawah ini.)
Menurut Oxfam, laporan ini berfokus pada bagaimana pajak sebaiknya dikenakan kepada kepada orang kaya untuk mengatasi polikrisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dan meroketnya ketidaksetaraan.
“Elon Musk, salah satu orang terkaya di dunia, membayar 'tarif pajak yang seharusnya' hanya sekitar 3% dari periode 2014 hingga 2018. Sementara Aber Christine, pedagang pasar di Uganda Utara yang menjual beras, tepung, dan kedelai, serta hanya mendapat untung USD80 sebulan, dia membayar tarif pajak sebanyak 40%,” tulis laporan itu.
Dalam laporan itu, Oxfam mengimbau agar pajak atas penghasilan orang terkaya harus dinaikkan secara drastis.
“Untuk mengurangi secara signifikan tingkat ketimpangan ekonomi dan meningkatkan pendapatan yang sangat dibutuhkan dari yang terkaya untuk memberi manfaat bagi banyak orang,” ujar laporan tersebut.
Oxfam percaya bahwa 1% orang super kaya teratas harus membayar tarif pajak yang jauh lebih tinggi atas penghasilan mereka dari pekerjaan dan modal.
Di Indonesia, pajak orang kaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan tersebut kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh.
Pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) orang kaya akan dikenakan pajak 30% hingga 35%. Secara detil, lapisan pajak dan tarif pajaknya berdasarkan pasal 17 ayat (1) RUU HPP adalah:
1. Sampai dengan Rp 60 juta tarif pajak 5%
2. Di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta tarif pajak 15%
3. Di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak 25%
4. Di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar tarif pajak 30%
5. Di atas Rp 5 miliar tarif pajak 35%
(ADF)