IDXChannel - Pemerintah memperbolehkan penggunaan tes swab antigen sebagai syarat naik pesawat terbang di Jawa dan Bali.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah tidak memiliki kajian yang transparan mengingat perubahan kebijakan yang relatif cepat. Dia berharap kebijakan seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari.
"Sebelum aturan dirilis belum ada kajian yang transparan dan mendalam soal implikasi kewajiban PCR. Semoga kebijakan yang umurnya pendek tidak terulang lagi. Ketika masyarakat dan pelaku usaha protes, kebijakan baru dirubah," ujarnya saat dihubungi MNC Portal, Senin (1/11/2021).
Menurut Bhima, perubahan ini berdampak pada maskapai penerbangan serta wisatawan. Seperti penundaan ekspansi usaha hingga pembatalan pemesanan tiket.
"Padahal selama PCR diwajibkan untuk penerbangan, ada banyak yang menunda rencana ekspansi usaha. Selain itu, banyak juga wisatawan yang melakukan pembatalan booking hotel dll," terangnya.
Bhima berpendapat, jika tidak ada klarifikasi dari pihak pemerintah atas penetapan aturan PCR yang terkesan terburu-buru merubah kebijakan, ini akan menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat. Dia memandang akan ada beragam asumsi yang muncul merespons perubahan tersebut.
"Kalau pemerintah tidak bisa membantah adanya ketidakberesan dalam penetapan PCR, dan buru-buru merubah kebijakan PCR tentu kan jadi tanda tanya besar. Bisa jadi benar selama ini dugaan bahwa konflik kepentingan dari bisnis PCR ini tinggi sekali," tukasnya.
Sebelumnya, aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat penerbangan domestik di wilayah Jawa-Bali yang berstatus PPKM Level 1-4 dan luar Jawa-Bali berstatus PPKM Level 3-4 sudah berlaku sejak 24 Oktober 2021 yang lalu.
Namun masa berlaku aturan tes PCR tersebut tak bertahan lama. Hal itu disebabkan karena adanya protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Kini, pemerintah mengubah aturan lagi dengan menetapkan tes Antigen sebagai syarat perjalanan udara.
(SANDY)