sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pasar Perumahan AS Masuk Fase Resesi, Apa Saja Dampaknya?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
21/12/2022 12:56 WIB
Pasar perumahan AS telah terpukul oleh melonjaknya harga material dan kenaikan suku bunga KPR.
Pasar Perumahan AS Masuk Fase Resesi, Apa Saja Dampaknya? (Foto: Ilustrasi)
Pasar Perumahan AS Masuk Fase Resesi, Apa Saja Dampaknya? (Foto: Ilustrasi)

IDXChannel - Survei bulanan oleh National Association of Home Builders (NAHB) di Amerika Serikat (AS) menunjukkan angka pembangunan rumah keluarga tunggal di negeri Paman Sam turun ke level terendah dalam 2,5 tahun terakhir.

Tak hanya itu, pengajuan izin konstruksi mengalami penurunan tajam disebabkan tingginya tingkat KPR atau hipotek yang membuat aktivitas pasar perumahan terganggu.

Indeks NAHB mengatakan indeks pasar perumahan bulanannya, yang mengukur kepercayaan pembangun rumah, turun menjadi 31 pada Desember. Itu menandai indeks telah menurun 12 bulan berturut-turut, dan merupakan data terendah sejak 2012, di luar efek pandemi.

Data NAHB hari ini mengindikasikan bahwa pasar perumahan AS sudah dalam fase resesi.

"Pasar perumahan AS adalah sektor ekonomi yang paling sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Hal ini menunjukkan pasar perumahan AS sudah dalam resesi, dan diharapkan akan tetap demikian sampai suku bunga mulai menurun,” kata ekonom Raymond James Giampiero Fuentes, mengutip Kiplinger.com, Rabu (21/12).

Senada dengan Raymond, CEO developer perumahan Taylor Morrison, Sheryl Palmer, menjelaskan, AS sudah masuk ke fase resesi perumahan selama “berbulan-bulan”.

Ini seiring, kata Sheryl dikutip Business Insider Rabu (21/12/2022), kenaikan suku bunga acuan dan disrupsi rantai pasokan  yang turut menekan permintaan dan aktivitas pembangunan rumah di AS.

Pendapat berbeda muncul dari chief economist Moody Mark Zandi. Dalam wawancara dengan Insider pada Oktober lalu, Zandi bilang, terdapat kemungkinan fifty-fifty bahwa AS tidak akan mengalami resesi perumahan pada 2023.

Tapi, imbuh Zandi, itu semua bergantung pada langkah bank sentral AS, The Fed, dalam menjinakkan inflasi.

“Hal tersebut [resesi] hampir saja terjadi. Tetapi pada akhirnya, jika Anda mengatakan, pilih satu sisi, sisi yang saya pilih bukanlah resesi,” kata Zandi, dikutip Insider (21/12).

Sementara itu, mengacu pada US Housing Starts, perumahan baru di AS turun 0,5% lebih rendah ke tingkat tahunan sebesar 1,427 juta pada November 2022. Pada bulan Oktober angka penurunan perumahan sebesar 2,1%.

Housing Starts mengacu pada jumlah proyek pembangunan perumahan baru yang telah dimulai selama bulan tertentu. Angka ini juga mengacu pada perumahan yang direnovasi total.

Data Oktober masih menunjukkan tingkat pembangunan perumahan masih sebesar 1,425 juta, lebih tinggi dibanding dampak ledakan subprime dan ledakan permintaan yang dipicu oleh pandemi.

Sementara itu, di segmen perumahan keluarga tunggal mulai turun 4,1% menjadi 828 ribu. Adapun tarif untuk unit di gedung dengan lima unit atau lebih melonjak 4,8% menjadi 584 ribu, tertinggi sejak April.

Pasar perumahan AS telah terpukul oleh melonjaknya harga material dan kenaikan suku bunga KPR atau hipotek, sementara harga rumah tetap tinggi untuk pembeli pertama.

Meski demikian, lesunya sektor properti AS ini memicu meredanya kekhawatiran para investor terhadap kebijakan hawkish The Fed yang diproyeksi secara agresif akan menaikkan suku bunga pada 2023.

Serangkaian Dampaknya Buat Pasar

Merespons data terbaru ekonomi AS ini, Wall Street dibuka menguat pada Selasa (20/12/2022) waktu AS.

Seperti dilaporkan Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) di Bursa Efek New York, AS, meningkat 91,31 poin, atau sekitar 0,28 %, menjadi 32.850,57.

Indeks S&P 500 menguat 4,32 poin, atau sekitar 0,11 %, menjadi 3.821,98.

Indeks NASDAQ berakhir datar dengan pergerakan naik hanya 1,10 poin menjadi 10.547,13.

Sementara, pada penutupan pasar Selasa (20/12) waktu AS atau Rabu (21/12) waktu Indonesia, ketiga indeks saham utama tersebut tetap menguat.

Dow Jones naik 0,28%, S&P 500 menguat 0,11%, dan Nasdaq naik tipis 0,01%.

Saham manufaktur mobil elektrik milik Elon Musk, Tesla Inc terjun bebas 8,05% setelah setidaknya tiga perusahaan broker memangkas target harga saham Tesla.

Langkah ini disebut diambil seiring melemahnya permintaan dan berkembangnya polemik seputar kepemilikan Twitter oleh Musk.

Tak hanya Wall Street, bursa saham Eropa juga dilaporkan melemah pada Selasa, dengan indeks STOXX 600 Eropa turun 0,4 %, dipicu merosotnya saham sektor teknologi dan industri.

Indeks FTSE 100 di Bursa Efek London, Inggris, stagnan, sedangkan indeks Dax 30 di Bursa Efek Frankfurt, Jerman, turun 58,21 poin, atau sekitar 0,42 %, menjadi 13.884,66.

Adapun Indeks Cac 40 di Euronext, Perancis, turun 22,86 poin, atau sekitar 0,35%, menjadi 6.450,43.

Tak hanya pasar saham Wall Street, kondisi ekonomi AS biasanya berdampak bagi belahan dunia lain, termasuk Uni Eropa. Tingkat inflasi yang tinggi terlihat di Eropa juga tercermin dari tingginya inflasi di AS.

Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang sama, termasuk beberapa harga kebutuhan pokok.

Sebagai informasi, di Eropa, data ekonomi juga menunjukkan meredanya tekanan inflasi, karena harga produsen Jerman turun 3,9% pada bulan November di tengah mendinginnya biaya energi.

Per November 2022, tingkat inflasi di Uni Eropa adalah 11,1 %, dengan kenaikan harga tercepat terjadi di Hungaria, dengan tingkat inflasi 23,1 %.

Sebaliknya, tingkat inflasi di Spanyol mencapai 6,7%, terendah di benua Biru selama bulan ini.

Beberapa nilai tukar mata uang juga dilaporkan menguat setelah keputusan suku bunga The Fed, didiukung oleh data ekonomi terbaru dari AS. Dilaporkan pada Selasa, (20/12), Indeks dolar AS turun 0,73% menjadi 103,96.

Dampaknya, nilai tukar poundsterling menguat 0,1% terhadap dolar AS menjadi USD1,216 per pound. Sedangkan terhadap euro, nilai tukar pound menguat 0,15% menjadi 1,1430 euro per pound.

Pada Rabu (21/12) indeks dolar kembali menguat tipis di angka 104,08 atau naik 0,11%.

Harga emas berjangka di COMEX New York Mercantile Exchange juga ikut terkerek seiring melemahnya nilai tukar dolar AS. Harga emas untuk pengiriman Januari 2023 naik 1,5 % menjadi USD1.825,4 per ons.

Energi menjadi satu-satunya sektor yang berakhir naik lebih tinggi. Kondisi ini menambah keuntungan marjinal karena minyak mentah berjangka AS naik 1,2% menjadi USD75,19 per barel. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement