sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pelajaran dari Krisis Ekonomi Sri Lanka Usai Terima Bailout IMF Rp46 Triliun

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
21/03/2023 17:22 WIB
Sri Lanka menjadi satu-satunya negara satu-satunya di Asia yang mengalami krisis ekonomi terparah sepanjang 2022 hingga awal 2023 ini.
Pelajaran dari Krisis Ekonomi Sri Lanka Usai Terima Bailout IMF Rp46 Triliun. (Foto: MNC Media)
Pelajaran dari Krisis Ekonomi Sri Lanka Usai Terima Bailout IMF Rp46 Triliun. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sri Lanka menjadi satu-satunya negara satu-satunya di Asia yang mengalami krisis ekonomi terparah sepanjang 2022 hingga awal 2023 ini.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah menyetujui bailout senilai hampir USD3 miliar atau Rp46 triliun untuk Sri Lanka, yang dapat membantu untuk mendapat pinjaman lain senilai hingga USD7 miliar dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Dana talangan tersebut akan digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan merestrukturisasi utang Sri Lanka.

Krisis Sri Lanka menyebabkan kekacauan politik yang meluas di negeri tersebut. Pada akhir Maret 2022, terjadi demonstrasi di kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk memprotes kondisi ekonomi yang memburuk.

Menyusul bentrokan yang meluas antara pengunjuk rasa pro dan anti-pemerintah, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa yang merupakan kakak dari presiden juga ikut mengundurkan diri.

Kekerasan di seluruh negeri bahkan menyebabkan sembilan orang tewas dan sekitar 300 terluka.

Korban Terparah Kenaikan Suku Bunga dan Perang

Ekonomi negara dengan jumlah penduduk sebanyak 22 juta jiwa itu terpukul akibat adanya kenaikan suku bunga dan perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sepanjang 2022.

Menurut bank sentral Sri Lanka, angka inflasi tahunan di negara itu lebih dari 50% dan inflasi pangan mencapai 80%. Regulator listrik negara bahkan juga menaikkan tarif listrik sebesar 75%.

Nilai tukar mata uang rupee Sri Lanka juga terus tergerus terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, perdagangan internasional membutuhkan dolar sebagai mata uang.

Perang di Ukraina telah memicu harga pangan dan bahan bakar melonjak tajam.

Ini karena untuk memenuhi pasokan bahak bakar, Sri Lanka sangat bergantung pada impor. Namun Sri Lanka kesulitan membayar biaya impor minyak dan gas (migas).

Impor bahan bakar Sri Lanka bahkan mencapai 23% dari total impor dengan nilai mencapai USD3,99 miliar pada 2022.

Sementara itu, inflasi yang meroket dan tingginya suku bunga juga sangat membebani transaksi perdagangan internasional. Kondisi ini menyebabkan Sri Lanka tertatih dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement