"Jika terus dilanjutkan, maka dapat merugikan finansial perusahaan dan dapat membahayakan masyarakat selaku pengguna platform," kata dia.
Menurutnya, Surat Edaran Kemnaker Nomor M/3/HK.04.OANU2A25 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi tidak mengejawantahkan imbauan Presiden Prabowo Subianto dengan tepat bahwa BHR diberikan dengan melihat kemampuan finansial perusahaan. Persentase 20 persen ini ditentukan sepihak dan sangat memberatkan bagi sebagian besar platform.
"Terutama tanpa kejelasan definisi apa yang dimaksud 'pendapatan bersih', ketentuan ini justru bisa menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian dalam implementasinya. Seharusnya, pemerintah tidak perlu mendikte besaran persentase, melainkan cukup menyerahkan kepada perusahaan sesuai kemampuan finansial mengingat setiap platform memiliki bisnis model dan struktur biaya operasional yang berbeda-beda," ujar Agung.
Kemudian di lain sisi, BHR untuk mitra di luar kategori produktif diberikan secara proporsional sesuai kemampuan perusahaan.
Dikarenakan adanya imbauan poin satu dalam SE yang menyatakan BHR diberikan kepada seluruh mitra terdaftar secara resmi, maka imbauan ini memberikan ekspektasi kepada mitra yang sudah lama tidak aktif atau aktif sebentar di berbagai platform namun terdaftar, akan tetap memperoleh BHR.
"Imbauan ini menyuburkan ekspektasi keliru yang mengakibatkan friksi-friksi di lapangan yang tidak perlu karena sejatinya, sesuai arahan Presiden, jika mitra tidak aktif tidak perlu memperoleh BHR," katanya.
(Dhera Arizona)