Dalam sejarah pembahasan RUU, menurut Ali, klausul power wheeling hampir selalu dipaksakan untuk dapat masuk oleh pihak-pihak yang dituding mendapat keuntungan dari mekanisme tersebut.
Tak hanya pada pembahasan RUUEBET saat ini, upaya pemaksaan itu disebut Ali juga pernah dilakukan saat pembahasan RUU Energi beberapa waktu lalu, di mana usulan tersebut juga telah mengalami penolakan serupa.
Ali menjelaskan, pemerintah saat ini sudah tidak lagi membutuhkan skema power wheeling. Hal ini seiring dengan telah ditetapkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2021 sampai 2030, yang di dalamnya telah mengakomodasi pembangkit EBT dengan kapasitas yang cukup signifikan, yaitu mencapai 20,9 GW, atau 51,6 persen dari total penambahan pembangkit.
"Di mana porsinya lebih besar dibandingkan pembangkit fosil. Dengan demikian, tidak ada lagi urgensi penerapan skema power wheeling, apalagi akan dipaksakan masuk ke dalam RUU EBET. Karena tanpa skema Power Wheeling, program itu tetap berjalan dengan baik," tegas Ali. (TSA)