Penghapusan sementara pungutan ekspor ini dilakukan pemerintah sebenarnya ditujukan agar ekspor sawit kembali bergairah. Harapannya, tangki-tangki penyimpanan yang dimiliki pabrik pengolahan CPO bisa memiliki ruang lebih longgar setelah ekspor kembali dilakukan. Dengan demikian, ada ruang yang cukup bagi pabrik untuk kembali menyerap tandan buah segar (TBS) sawit petani dengan harga yang lebih baik.
Tapi, relaksasi yang belaku hanya selama 2 minggu. Menurut Gulat, belum bisa dirasakan dampaknya karena masa penerapannya yang dinilai terlalu singkat. Diperlukan waktu lebih panjang agar satu kebijakan bisa memberikan dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat maupun pelaku usaha.
"Pemulihan ini membutuhkan waktu dan pemerintah harus hadir," ungkap Gulat.
Sementara itu, Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, kebijakan pungutan sawit tampaknya perlu menjadi perhatian pemerintah agar dilakukan evaluasi.
Menurutnya, salah satu akar masalah terkait pungutan sawit adalah pemanfaatannya yang tidak tepat sasaran.
"Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit," kata Huda.