Pengembangan PLTS Atap juga dapat menjadi peluang perluasan bisnis yang dapat dilakukan PLN untuk menekan potensi berkurangnya penerimaan yang dialaminya, seperti menjual nilai karbon dari pelanggan PLTS Atap selain pelanggan kategori industri dan bisnis.
Selain itu, hasil perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian ESDM terhadap PLTS Atap dengan nilai kWh ekspor PLTS Atap sebesar 100 persen untuk menggantikan bahan bakar gas menunjukan bahwa BPP mengalami kenaikan sebesar 1,14 Rp/kWh (0,08 persen), subsidi naik Rp0,079 triliun (0,15 persen), dan kompensasi naik Rp0,24 triliun (1,04 persen) dibandingkan dengan nilai kWh ekspor PLTS Atap sebesar 65 persen.
Meskipun dalam perhitungan tersebut total subsidi yang harus disiapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp54,15 triliun, namun total yang akan dibayar oleh pemerintah adalah Rp53,92 triliun. Hal ini diakibatkan adanya pengurangan energi listrik yang dikonsumsi oleh pelanggan PLTS Atap, yang nilai penghematannya sebesar Rp0,23 triliun. (RAMA)