Dikatakan, para pemain biasanya menggunakan e-wallet untuk mendepositokan uangnya ke bandar judi online. Mereka kerap menggunakan e-wallet seperti Gopay dan OVO sebagai alat transaksi judi online dengan nominal beragam, mulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta.
Natsir menduga dana akan langsung dikuasai bandar judi online. Kemudian, pihak bandar mengirimkan dana masuk yang berasal dari berbagai pihak itu ke upliner-nya dengan jumlah yang lebih besar hingga puluhan juta dan bahkan puluhan miliar. Mirisnya lagi, dana ini dikirim ke luar negeri.
“Para pemain judi online ini ada agen-agennya, dari yang terendah sampai lebih tinggi. Ada yang base-nya di luar negeri, di Kamboja. Mereka merekrut orang Indonesia untuk bekerja di Kamboja. Judi online ini termasuk ke dalam tindak pidana pencucian uang,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Pakar Hukum Telematika Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Ul) Edmon Makarim menyampaikan judi online ini merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sudah harusnya dilakukan langkah pencegahan. Menurutnya ini sudah termasuk tindakan tercela.
“Kalau judi ini kan intinya uang jadi tidak produktif, dipakai untuk untung-untungan. Bayangkan Anda masuk ke situs judi online, kemudian datanya tercatat kemudian suatu saat Anda menjadi pejabat publik akan diperkarakan dengan data itu,” ujarnya.
(FRI)