“Proses transisi energi harus berjalan mulus dengan mengombinasikan sumber daya fosil dengan energi terbarukan secara bertahap. Terlebih lagi, peningkatan produksi hulu migas bisa menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat fondasi energi nasional,” kata Ali.
Upaya ini menuntut optimalisasi peran SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam mengatur dan mengelola lapangan-lapangan eksisting maupun mencari potensi cadangan baru.
Data SKK Migas menunjukkan, hingga pertengahan tahun 2025 pengeboran sumur pengembangan sudah menyelesaikan 409 sumur atau meningkat 14% dibandingkan periode yang sama 2024 sebanyak 358 sumur. Kegiatan workover telah menyelesaikan 517 sumur atau meningkat 6 persen dan kegiatan well service mencapai 20.644 kegiatan atau naik 12 persen.
Ali mengingatkan, semua upaya tersebut tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan penuh dari pemerintah. Dia menyoroti karakteristik industri hulu migas yang padat modal, padat teknologi, dan memiliki risiko yang sangat tinggi, baik dari sisi finansial, hukum, maupun keselamatan kerja.
"Dengan situasi seperti ini tidak banyak investor yang kemudian berani mengambil risiko. Agar investor ini berani maka pemerintah perlu memberikan kepastian hukum. Selain itu perlunya penyediaan insentif fiskal, seperti pemotongan pajak, untuk menarik lebih banyak minat para investor,” kata Ali.
(Nur Ichsan Yuniarto)