"Tidak hanya kerugian kabel, tetapi penyediaan listrik skala besar jika mengandalkan kabel bawah laut sangat tidak aman,” katanya.
Malaysia, tuturnya, pun menunda keputusan untuk tidak mengirim listrik dari Sarawak ke Semenanjung melalui kabel HVDC. Menurutnya, kabel bawah laut bisa saja dibangun, tetapi hanya sebagai daya cadangan, bukan sebagai suplai utama.
“Kenapa harus dari Australia? Bukan dari China yang jaraknya lebih dekat dan bisa melalui darat serta memiliki Gurun Taklamakan? Selain itu, potensi losses sangat besar, ada risiko kabel terkena jangkar atau ada sabotase sehingga sangat berisiko," tuturnya.
Tantangan lainnya, konstruksi kabel dari pabrik langsung ke kapal digelar di kapal. “Itu tidak boleh ada sambungan kabel sepanjang 4.200 km. Bagaimana kira-kira cari solusi agar tidak ada sambungan di dalam air. Apakah pasokan itu akan aman, itu rawan terkena jangkar, sabotase oleh pihak yang ingin mengganggu,” kata dia.
Berdasarkan hasil kajiannya, tarif listrik dari energi surya yang dikirimkan melalui kabel submarine dari Australia – Singapura bisa di atas 25 sen per kWh. Perinciannya adalah untuk kabel bawah laut sepanjang 4.200 km, biaya tambahan 14 sen per kWh. Harga listrik dari solar PV sekitar 4 sen – 8 sen per kWh atau bergantung bunga bank.