sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Purbaya Terapkan Bea Ekspor Emas, Bisa Cegah Subsidi Tak Langsung Bagi Eksportir

Economics editor Anggie Ariesta
09/12/2025 19:27 WIB
Langkah Purbaya menerapkan bea ekspor logam mulia dinilai tepat untuk mencegah subsidi tak langsung dinikmati para eksportir emas.
Purbaya Terapkan Bea Ekspor Emas, Bisa Cegah Subsidi Tak Langsung Bagi Eksportir. (Foto: iNews Media Group)
Purbaya Terapkan Bea Ekspor Emas, Bisa Cegah Subsidi Tak Langsung Bagi Eksportir. (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel -  Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan untuk menerapkan pajak bea keluar (bea ekspor) terhadap komoditas logam mulia. Hal itu dinilai sebagai langkah yang tepat untuk mencegah subsidi tak langsung bagi para eksportir.

Pengamat Pasar Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan kebijakan ini diambil di tengah tingginya permintaan domestik yang tidak seimbang dengan pasokan, karena mayoritas produksi diekspor.

Ibrahim menjelaskan, kebijakan Bea Keluar (BK) ini merupakan respons terhadap kondisi di mana Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil logam mulia terbesar kedua di dunia, justru mengalami kelangkaan barang di pasar domestik.

Menurutnya, pengembang tambang emas cenderung melakukan ekspor karena beberapa alasan yakni harga jual di luar negeri yang relatif lebih mahal, atau sebagai strategi untuk mengangkat harga logam mulia di dalam negeri, meskipun harga emas dunia sedang terkoreksi.

“Nah kita lihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan pajak bea keluar ini sudah cukup bagus,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (9/12/2025).

Penerapan bea ekspor ini dinilai Ibrahim dapat memberikan pemasukan yang signifikan bagi pendapatan negara, mengingat besarnya volume ekspor logam mulia dari dalam negeri.

Namun, ia mengingatkan bahwa tingginya kebutuhan logam mulia secara global berpotensi membuat pengusaha tambang tetap melanjutkan ekspor.

“Ya bisa saja walaupun ada pajak bea keluar, bea ekspor ya ini pun juga bisa saja akan ada win-win solution antara pihak buyer dan seller,” ujarnya.

Ibrahim menilai kebijakan ini menunjukkan intensitas dan keseriusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap komoditas strategis.

Komitmen ini menjadi penting, terutama pasca pengumuman Freeport yang menghentikan sementara produksi bahan dasar logam mulia tembaga dari Oktober 2025 hingga April 2026.

Selain itu, Ibrahim menyoroti adanya potensi penurunan produksi Freeport pasca April 2026.

“Sebelumnya Freeport mengatakan bahwa untuk pengayaan ya melalui smelter di Gresik itu dalam satu bulan itu bisa diperkirakan plus minus adalah 50 ton. Ya tetapi pada saat nanti setelah April 2026 kemungkinan hanya diperkirakan hanya 25 ton per tahun,” tutur Ibrahim.

Penurunan produksi ini, menurutnya, berpotensi terus mendongkrak harga logam mulia.

Ibrahim berharap adanya pajak bea ekspor dapat “mengeramkan” ekspor para pengusaha tambang karena kebutuhan di dalam negeri yang cukup besar. Jika kekurangan logam mulia domestik terus berlanjut di tengah permintaan yang tinggi, harga komoditas ini akan terus mengalami kenaikan signifikan.

Ibrahim memprediksi, faktor geopolitik yang memanas, perang dagang yang berpotensi terjadi pada 2026, hingga dinamika perpolitikan Amerika Serikat (AS) akan terus mendongkrak harga emas dan logam mulia dunia. Kondisi global ini yang akan dimanfaatkan pemerintah untuk mendapatkan pajak bea ekspor yang cukup tinggi.

Purbaya sebelumnya menjelaskan bahwa kebijakan pengenaan bea keluar logam mulian (emas) ini merupakan upaya untuk menormalkan kembali ketentuan perpajakan. Tarif yang diusulkan berkisar antara 1-5 persen dari nilai ekspor.

Purbaya beralasan, kebijakan ini untuk menghilangkan kondisi timpang di mana pengusaha kaya tidak memberikan kontribusi bea keluar saat harga tinggi, namun mengajukan restitusi pajak yang besar saat harga jatuh, yang ia sebut sebagai bentuk subsidi tidak langsung dari pemerintah.

(Febrina Ratna Iskana)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement