sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rencana Larangan dan Pembatasan Kedelai Dinilai CIPS Tak Strategis, Kepentingan Konsumen Diabaikan

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
27/03/2022 11:12 WIB
Peneliti (CIPS) Aditya Alta menilai rencana pelarangan dan pembatasan (lartas) kedelai tidak strategis dan mengabaikan kepentingan konsumen.
Rencana Larangan dan Pembatasan Kedelai Dinilai CIPS Tak Strategis, Kepentingan Konsumen Diabaikan. (Foto: MNC Media)
Rencana Larangan dan Pembatasan Kedelai Dinilai CIPS Tak Strategis, Kepentingan Konsumen Diabaikan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menilai rencana pelarangan dan pembatasan (lartas) kedelai tidak strategis dan mengabaikan kepentingan konsumen.

Pemerintah, ungkap Aditya, perlu memikirkan beban berat yang akan ditanggung konsumen dengan memberlakukan lartas impor kedelai.

"Banyak UMKM dan pedagang kecil yang membutuhkan kedelai sebagai bahan baku. Lalu banyak konsumen rumah tangga yang kebutuhan proteinnya didominasi oleh kedelai karena harganya yang terjangkau,” terang Aditya, Minggu (27/3/2022).

Aditya memaparkan, produksi kedelai di Indonesia terus menurun. Hal ini terlihat dari data USDA yang menunjukkan produksi kedelai di Indonesia dalam rentang waktu 2016-2020 mengalami penurunan dari 565 ribu ton pada 2016, 540 ribu ton pada 2017, 520 ribu ton pada 2018, 480 ribu ton pada 2019, dan 475 ribu ton pada 2020 (USDA, 2021). Jumlah ini hanya berkontribusi pada sekitar 20 persen kebutuhan nasional.

"Oleh karena itu, Indonesia masih membutuhkan impor kedelai untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan tersebut. Belum lagi soal kualitas yang belum mampu dipenuhi kedelai domestik,” tambahnya.

Selain permasalahan produksi, lanjut Aditya, kualitas merupakan salah satu permasalahan komoditas yang satu ini, di mana kedelai domestik cenderung memiliki ukuran yang kecil dan tidak seragam sehingga memiliki kekurangan dalam pembuatan tempe.

Oleh karena itu, dia merekomendasikan pemerintah untuk fokus pada kebutuhan konsumen dengan memastikan ketersediaan stok kedelai di pasar.

Berada di saat bersamaan, pemerintah juga perlu menjalankan program intensifikasi, yang tidak membutuhkan lahan tanam tambahan, dengan memastikan akses petani kedelai kepada input pertanian, adopsi teknologi pertanian dan memperbaiki cara tanam yang disesuaikan dengan karakteristik lahan.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sebelumnya mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) larangan terbatas impor kedelai pada tahun ini.

Mentan beralasan impor kedelai yang sudah berlangsung selama 15 tahun itu terbukti menekan produktivitas petani di dalam negeri.

“Sekali-kali kita injak juga kakinya itu importir sudah 15 tahun mereka impor melulu kalau kita lihat di data semenjak IMF menetapkan itu maka importasinya itu cukup besar, sangat besar dan tidak ada lartasnya, saya sampaikan ke Presiden harus ada lartas,” kata Syahrul saat rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR RI pada Selasa (22/3/2022).

Ketergantungan impor selama 15 tahun terakhir, menurut Mentan telah memaksa petani untuk beralih dari menanam kedelai ke komoditas lain yang lebih kompetitif seperti jagung. (FHM)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement