Bhima menjelaskan keterbatasan ruang fiskal menjadi salah satu alasan mengapa dirinya tidak setuju jika beban APBN ditambah dalam mega proyek tersebut.
"Karena APBN sekarang meskipun menikmati booming komoditas, tetapi pengeluaran untuk subsidi energi masih besar, perlindungan sosial untuk pendidikan, birokrasi, itu cukup besar," kata Bhima.
Belum lagi menurutnya pemerintah juga mesti bayar beban bunga utang tahun depan yang mencapai Rp441 triliun yang tertuang dalam RAPBN tahun 2023. Angka tersebut naik 35,5% jika dibandingkan dengan yang tertuang dalam Perpres 98/2022.
Belum lagi Pemerintah juga lebih penting untuk memperkuat jaring pengaman sosial untuk masyarakat ditengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Sehingga, menurut Bhima porsi penambahan APBN perlu diperhitungkan dan diprioritaskan pada perlindungan masyarakat.
"Hal itu yang harus dipikirkan kalau untuk menambah prosi APBN dalam investasi di IKN" pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sempat menyinggung tentang adanya revisi UU IKN. Pemerintah berencana untuk mengubah porsi pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dasar di IKN. (NIA)