IDXChannel - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, namun industri baterai electric vehicles (EV) dalam negeri belum berkembang pesat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan meski kaya akan nikel, Indonesia belum menjadi raja baterai kendaraan listrik dunia karena tidak mempunyai lithium yang merupakan bahan utama pengembangan industri baterai EV.
"Di hadapan para pengusaha lithium, saya sampaikan bahwa Australia adalah kandidat terbaik dan partner potensial kami untuk mengembangkan industri baterai EV karena setengah dari lithium dunia ada di negeri Kangguru," jelasnya dikutip dari akun instragram pribadinya @luhut.pandjaitan yang dikutip MNC Portal Indonesia, Senin (13/2/2023).
Oleh sebab itu, Luhut mengungkapkan, Indonesia perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa Lithium dunia, dengan memeprtimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang akan pemerintah berikan namun tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.
“Saya juga membawa beberapa BUMN di sektor Sumber Daya Mineral untuk bertemu dan menjajaki langsung kerjasam dengan para pengusaha Lithium di Australia,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan, pemerintah menyadari bahwa cita-cita menjadi raja baterai kendaraan listrik dunia bukan hal yang mudah.
“Maka dari itu, rasanya perlu memiliki mitra kerja sama yang saling percaya dan mendukung, memberi masukan dalam mewujudkan regulasi yang lebih baik, investasi yang lebih terbuka sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja kedua negara demi mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan," tuturnya menambahkan. Dalam kesempatan itu, Luhut juga menekankan, Indonesia bukanlah negara yang sama dengan Indonesia puluhan tahun lalu. Ia menegaskan Indonesia tengah berada di jalur untuk melakukan transformasi besar-besaran. "We’re on our way to making a major transformation. Meskipun masih banyak negara masih menganggap kami sebelah mata, namun tidak sedikit yang mengapresiasi perubahan besar Indonesia karena mampu bertahan dalam kondisi sulit dampak gejolak perekonomian global," tegas Luhut.
“Saya katakan kepada mereka bahwa faktor kunci dari resiliensi perekonomian Indonesia adalah pengembangan insutri hilirisasi mineral yang bernilai tambah tinggi sebagai fokus untuk mempercepat komitmen global dalam transisi energi,” pungkas Luhut. (RRD)