IDXChannel - Bank Indonesia (BI) menyampaikan perkembangan indikator stabilitas nilai rupiah di tengah kondisi perekonomian global dan domestik yang penuh dengan dinamika. Tercatat dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan seiring dengan pergerakan pasar keuangan.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, pada akhir hari Kamis, 27 Februari 2025, rupiah ditutup pada level Rp16.445 per dolar AS dengan Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 6,88 persen. Sementara DXY menguat ke level 107,24 dan Yield UST (US Treasury) Note 10 tahun turun ke 4,260 persen.
"Kondisi ini berlanjut hingga pada pagi hari Jumat, 28 Februari 2025 di mana rupiah dibuka pada level Rp16.520 per USD dengan Yield SBN 10 tahun naik ke 6,93 persen. Pada sesi penutupan, rupiah terjun ke level Rp16.596 per USD, menjadi rekor terburuk sejak 1998," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Sabtu (1/3/2025).
Dalam sepekan, rupiah di pasar spot telah terdepresiasi 1,7 persen dan mencatat koreksi sebesar 1,75 persen sepanjang Februari 2025. Mengakibatkan mata uang rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia pada Februari 2025 ini.
Di tengah kondisi ini, Premi CDS Indonesia 5 tahun per 27 Februari 2025 sebesar 75,13 bps, naik dibanding dengan 21 Februari 2025 sebesar 70,34 bps.
Berdasarkan data transaksi 24-27 Februari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp10,33 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp7,31 triliun di pasar saham, Rp1,24 triliun di pasar SBN, dan Rp1,78 triliun di Sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama 2025, berdasarkan data setelmen hingga 27 Februari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp15,47 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp12,86 triliun di pasar SBN dan Rp7,67 triliun di SRBI.
"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," kata Ramdan.
(Dhera Arizona)