sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sembako Bakal Dikenakan Pajak, Ekonom Beri Catatan Penting untuk Pemerintah

Economics editor Iqbal Dwi Purnama
15/09/2021 14:03 WIB
Pemerintah mewacanakan untuk menarik pajak pertambahan nilai terhadap beberapa sektor, termasuk pendidikan dan bahan pokok.
Sembako Bakal Dikenakan Pajak, Ekonom Beri Catatan Penting untuk Pemerintah. (Foto: MNC Media)
Sembako Bakal Dikenakan Pajak, Ekonom Beri Catatan Penting untuk Pemerintah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah mewacanakan untuk menarik pajak pertambahan nilai terhadap beberapa sektor, termasuk pendidikan dan bahan pokok. Namun demikian, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan sejumlah catatan sebelum kebijakan ini benar-benar dilakukan.

Direktur Riset INDEF, Berly Martawardaya, menilai pemungutan pajak terhadap bahan pokok masyarakat dirasa kurang tepat ditengah tekanan masyarakat menghadapi pandemi covid 19. Apalagi pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu) No.1/2020 yang memutuskan untuk menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Korporasi dari 25% menjadi 20% yang akan dilakukan secara bertahap.

Di samping pemungutan pajak terhadap barang konsumsi masyarakat luas, Berly melihat ada Badan dan Korporasi yang justru mendapat pengampunan pajak untuk bisa bertahan di tengah pandemi covid 19 juga. Menurutnya kategori barang yang kena pajak itu harus jelas arahnya, sehingga masyarakat tidak menjadi khawatir dan bertanya-tanya ketika barang yang biasa dibeli sehari-hari harganya menjadi tinggi.

“Kategori sembakonya apa, ini yang perlu diperjelas, sehingga masyarakat tidak menjadi khawatir dan dan bertanya-tanya, Misalnya dari beras, itu ada beras umum ada beras khusus, beras khusus itu beras untuk kesehatan, beras organic, beras indikasi geografis, dan beras dari luar neger, nah yang mana nih rencananya yang dikenakan PPN, ini harus jelas,” ujar Berly pada diskusi publik secara daring, Selasa (14/9/2021).

Menurut Berly kalau penarikan pajak sampai pada beras Medium, justru dampaknya bisa lebih buruk. Karena harga makanan merupakan bagian penting dari garis kemiskinan. Kalau harga sembakonya naik, menurutnya otomatis kemiskinan juga akan naik.

“Di 3 Negara tetangga kita, itu seragam bahkan semuanya, sembako itu tidak masuk, misal di Malaysia, unprocessed food, vegetable yang masuk sebagaian sembako itu tidak dikenakan sales/value added tax (PPN), di Thailand juga basic groceries, kira-kira sama lah, kemudian di Fillipina juga food product, raw and cooked food products, meet, fruits, vegetable, juga tidak dikenakan PPN," sambungnya.

Kenaikan harga sembako ini disebutnya justru nakan memberatkan rakyat dan menaikan angka kemiskinan. Wajib PPn di setiap level tata niaga juga masih menjadi persoalan. Berly menyebut bagaimana untuk petani, pengepul, dan pengecer sembako yang tidak punya NPWP, karena baru hanya ada 35% masyarakat yang memiliki NPWP.

“justru mengganggu kesejahteraan dan stabilitas sosial, karena baru 35% masyarakat yang punya NPWP, kalau restoran itu kan sudah rapih ya, punya pembukuan, tapi kalau petani suruh bayar gimana, nah ini yang perlu disiapkan,” lanjutnya.

Disamping relaksasi perpajakan yang diterima oleh banyak perusahaan, kebijakan penarikan pajak terhadap bahan pokok ini menurut Berly menciderai sisi keadilan. 

“Dari sisi keadilan ini juga bermasalah, karena pajak untuk perusahaan diturunkan, yang tadinya 25% menjadi 22 lalu akan menjadi 20%, jadi secara defacto petani akan mensubsidi perusahan-perusahan besar yang dimana seharusnya sebaliknya yang terjadi, yang kuat seharusnya membantu yang miskin,” pungkas Berly. (TYO)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement