"Dari data inilah menjadi dasar pengambilan keputusan. Untuk itu Kami sudah merespon, kami respon ke Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti untuk didistribusikan dalam rangka win win solution, artinya semua pihak diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Itu sudah diteruskan l Kemensetneg mensesneg ke Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian," ungkapnya.
Adapun isi penolakan yang disampaikan Ketua FSP RTMM-SPSI, Sudarto bahwa kenaikan CHT akan berdampak pada industri tembakau dalam negeri. Salah satunya, terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari kajian FSP RTMM-SPSI, karyawan IHT yang terancam PHK akibat pemberlakukan kebijakan tersebut, berkisar antara 3.000-6.000 orang per tahun.
Dia mengungkapkan, jumlah anggota RTMM-SPSI tercatat lebih dari 243.000 orang, di mana, lebih dari 153.000 orang merupakan pekerja di industri rokok. Dari jumlah mereka yang bekerja di industri rokok, lebih dari 60 persen di antaranya bekerja di segmen sigaret kretek tangan (SKT).
Itu sebabnya, kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau memberikan dampak sangat luas bagi para pekerja yang menggantungkan hidupnya di sektor tembakau, khusus pada sektor SKT.
Terkait dengan itu, Sudarto berharap, pemerintah melakukan hal yang sama seperti tahun 2021 yakni tidak ada kenaikan cukai sama sekali di Tahun 2022. (TYO)