"Jadi saya lihat sejarah kenaikan UMP di Jakarta, selama 6 tahun terakhir itu rata-rata naik 8,6 persen, artinya dunia usaha sudah terbiasa dengan angka tersebut," ujar Anies Baswedan, Senin (20/12/2021) sore di pendopo Balaikota DKI Jakarta saat melepas para perwakilan PWNU DKI Jakarta.
Ia menjelaskan pada tahun lalu (2020) saat ada krisis karena pandemi Covid-19, dalam kondisi berat seperti tahun lalu saja naiknya 3,3 persen. Namun dengan menggunakan formula perhitungan UMP dari Kementerian Tenaga Kerja RI justru membuat kenaikan sangat kecil.
"Tahun ini kondisi kita lebih baik. Biasanya 8,6 persen, tahun lalu yang berat 3,3 persen. Tahun ini ketika kita menggunakan formula yang diberikan Kementerian Tenaga Kerja, keluarnya 0,8 persen. Bayangkan kondisi ekonomi sudah lebih baik, pakai formula malah keluar angkanya 0,8 persen," ucap Anies Baswedan.
Hal ini kata Anies Baswedan amat menganggu rasa keadilan di tengah masyarakat.
"Kan itu menganggu rasa keadilan bukan? Sederhana sekali. Kita harus tetapkan karena di tanggal tersebut harus dikeluarkan, ya sudah kita ikut, tapi saya sampaikan surat bahwa formula ini tidak cocok. Wong dalam kondisi berat saja 3,3 persen kok pakai formula ini naiknya 0,8 persen," kata Anies Baswedan.
Oleh sebab itu Pemprov DKI Jakarta menetapkan kenaikan UMP DKI dengan menggunakan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi real yang ada saat ini.
"Jadi rasa keadilan jelas terganggu, karena itulah kita kaji, sehingga akhirnya keluar angka itu tadi. Darimana? Dari inflasi dan dari pertumbuhan. Dari situ kemudian muncul angka 5,1 persen," jelas Anies Baswedan.
Anies Baswedan meminta semua pihak untuk lebih obyektif dalam menyikapi kenaikan UMP DKI Jakarta dan menghindari polemik.
"Yang saya ingin sampaikan kepada semua, cobalah obyektif, tahun lalu yang sulit saja itu 3,3 persen. Tahun ini ekonomi sudah bergerak masak kita masih mengatakan 0,8 persen itu sebagai angka yang pas. Ini kita pakai akal sehat saja common sense. Oleh karena itu kita memutuskan 5,1 persen," ucap Anies Baswedan.
Apabila semua pihak melihat secara bijaksana Anies Baswedan yakin kebijakan yang ia ambil menaikkan UMP DKI Jakarta 2022 dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen dapat diterima semua pihak.
"Kami harapkan ini dilihat secara bijaksana demi kebaikan semuanya, di satu sisi tidak setinggi biasanya dimana biasanya 8,6 Persen tapi juga tidak rendah seperti tahun sebelumnya," pungkas Anies Baswedan.
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854 (naik Rp 225.667 dari UMP 2021) mendapatkan kritikan keras dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta.
Atas kondisi tersebut, Apindo DKI Jakarta menyayangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta atas revisi besaran UMP DKI Jakarta dan menyatakan:
Apindo DKI Jakarta kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah yang telah melawan hukum regulasi Ketenagakerjaan, terutama Pengupahan, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian Nasional.
Mereka juga meminta Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada Kepala Daerah, Gubernur DKI Jakarta yang tidak memahami peraturan perundangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan, sebagaimana amanat UU 23 tahun 2014, Pasal 373 yang intinya Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Wakil Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman menyebutkan pihaknya akan menggugat aturan revisi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Gubernur DKI benar-benar mengimplementasikan regulasi perubahan tersebut.
Pihaknya menghimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI Jakarta 2022 sembari menunggu Keputusan PTUN berkekuatan hukum tetap, namun tetap mengikuti Keputusan Gubernur DKI Jakarta no. 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 19 November 2021. (TIA)