"Sebagai mantan pemakai jasa, waktu dulu ya, waktu saya masih pengusaha kan jasa-jasa begini banyak sekali, karena lobinya di situ, kalau (pajak) tinggi, biaya produksi tinggi, harga jual tinggi, tidak kompetitif, itu dampaknya ke sana," kata Bahlil.
Namun demikian, Bahlil mengungkapkan saat ini pemerintah tengah melakukan kajian ulang terkait rencana penerapan pajak hiburan yang naik dari minimal 0 - 75% menjadi minimal 40% - 75%. Hal itu merupakan implementasi dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
"Rasa-rasanya begitu (bisa mengganggu iklim invetasi), tapi ini kan belum ditetapkan, tapi feeling saya akan berdampak yang kurang pas," pungkasnya.
(FRI)