IDXChannel - Investasi memang penting untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Dengan munculnya banyak perusahaan yang menawarkan beragam produk investasi, mulai dari emas, surat berharga, valuta asing, dan properti, Sobat investor ada baiknya belajar terlebih dahulu sebelum berinvestasi agar tidak terjerat dalam skema Ponzi.
Perlu disayangi, kesadaran masyarakat akan pentingnya investasi tersebut tidak diimbangi dengan kecermatan mencari informasi dan ketelitian dalam memilih jenis serta perusahaan investasi.
Dilansir dari website Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kebanyakan masyarakat tergiur dengan investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian atau bagi hasil yang tinggi, tanpa menyelidiki lebih dulu kredibilitas dan legalitas dari perusahaan investasi terkait.
Alhasil, alih-alih mendapatkan keuntungan besar, masyarakat justru menderita kerugian finansial karena menjadi korban penipuan. Tanpa disadari, masyarakat terjebak dalam iming-iming investasi yang menerapkan skema Ponzi.
Untuk itu, Sobat investor kini harus lebih berhati-hati agar terhindari dari skema ini.
Berdasarkan Wikipedia, skema Ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini. skema ini dicetuskan oleh Charles Ponzi dari Italia, yang kemudian menjadi terkenal pada tahun 1920.
Praktik investasi bodong dengan skema Ponzi sudah banyak terjadi di Indonesia sejak tahun 1990-an. Berikut beberapa contoh penawaran investasi dengan skema Ponzi yang ada di Indonesia.
1. PT. Qurnia Subur Alam Raya (QSAR)
2. Golden Traders Indonesia (GTI) Syariah
3. Virgin Gold Mining Corporation (VGMC)
4. First Travel Anugerah Karya Wisata
5. Abu Tours
6. Manusia Membantu Manusia (MMM)
7. Pandawa Group
8. MeMiles
Bagi Sobat investor yang merupakan calon investor, kenali ciri-ciri skema Ponzi agar terhindar dari kerugian seperti berikut ini:
1. Menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat dan tanpa risiko;
2. Proses bisnis investasi yang tidak jelas;
3. Produk investasi biasanya milik luar negeri;
4. Staf Penjualan mendapatkan komisi dalam merekrut orang;
5. Pada saat investor ingin menarik investasi malah diiming-imingi investasi dengan bunga yang lebih tinggi;
6. Mengundang calon investor dengan menggunakan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai figur; serta
7. Pengembalian macet di tengah-tengah.
(sandy)