IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan terkait perkembangan ekonomi digital di Tanah Air. salah satunya mampu mendorong dan menciptakan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian mencatat nilai ekonomi industri digital pada 2021 bisa mencapai USD70 miliar. Angka ini bahkan diperkirakan meningkat hingga USD145 miliar pada 2025.
Bahkan industri digital bisa merangsek masuk ke pasar modal dan menjadi salah satu perusahaan yang memiliki kapitalisasi terbesar.
"Kapitalisasi pasar yang terbesar saat ini di Jakarta Stock Exchange didominasi oleh perusahaan keuangan, yaitu perbankan, telekomunikasi, dan e-commerce. Top 5 dari perusahaan tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teknologi dan dunia digital," ujar Sri dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2022 secara virtual di Jakarta, Senin(10/10/2022).
Dia menyebutkan, aktivitas industri digital melibatkan banyak sektor dan sumber daya. Ekonomi digital, kata Sri, tentu tidak hanya identik dengan perusahaan startup dan e-commerce saja.
Namun, ini juga mencakup berbagai entitas yang sebelumnya sudah well-established dengan cara kerja konvensional dan sekarang beralih ke digital.
"Perbankan misalnya, meskipun sudah lama memberikan layanan berbasis internet, sekarang harus melakukan inovasi, memberikan layanan melalui platform digital. Kita semuanya pasti ingat, revolusi industri yang pertama memiliki ikon mesin uap dari James Watt, yang menjadi pemicu perubahan yang sungguh luar biasa di dalam seluruh kehidupan manusia," jelas Sri.
Tak hanya itu, Alessandro Volta, Michael Faraday, dan Thomas Alva Edison adalah para penemu di bidang kelistrikan yang menandai revolusi industri jilid kedua. Inovasi mereka telah mengakselerasi perkembangan industri dan mengubah peradaban dunia. Di abad ke-20, revolusi industri jilid ketiga bermula dengan ditemukannya mesin hitung di masa Perang Dunia, yang menjadi alat untuk memproses data yang saat ini dikenal sebagai komputer.
"Microsoft dan Apple adalah nama yang menjadi mercusuar dari perkembangan komputer pada level berikutnya. Saat ini, kita sering berbicara soal revolusi industri jilid keempat, yang ditandai dengan internet of things, big data, dan artificial intelligence (AI)," papar Sri.
Kecanggihan teknologi internet of things ada pada interkoneksi yang berkesinambungan antara alat elektronik dengan internet, dan secara otomatis juga menjalankan berbagai perintah sesuai program yang diinginkan oleh user.
Contohnya, kita bisa mengoperasikan pendingin ruangan, komputer, printer, lampu, dan bahkan peralatan elektronik lainnya hanya dengan suara atau isyarat tertentu. Ini dimungkinkan dengan basis data yang ada diolah dengan logika AI sehingga dapat menghasilkan perintah secara otomatis.
"Tentu kita memahami bahwa teknologi menghadirkan peluang dan membantu meningkatkan efisiensi serta kualitas. Namun kita juga memahami bahwa teknologi juga berpotensi menimbulkan risiko besar, distorsi, disrupsi, sebagai contoh risiko penggunaan big data yang mensyaratkan adanya pelindungan yang kuat dan memadai terhadap privasi.”
“Tak hanya itu, machine learning juga bisa menciptakan situasi di mana komputer menunjukkan keanehan data yang tidak mewakili pola di dunia nyata, atau model tidak cukup kompleks untuk menangkap pola dalam data dan realita," tambah Sri.
Menghadapi perubahan digital yang luar biasa, pihak Kemenkeu juga menerapkan perubahan-perubahan internal. Saat ini, pihaknya menerapkan paperless administration, dan juga sedang mengembangkan platform digital untuk mengintegrasikan seluruh proses bisnis, dari mulai tata persuratan, administrasi kantor, hingga pelayanan kepada pihak eksternal.
Penggunaan office automation dan cash management system dari Direktorat Jenderal Pembendaharaan, dan Indonesia National Single Window adalah berbagai contoh di mana Kemenkeu memudahkan proses transformasi digital di Kemenkeu untuk menjadi lebih baik dalam pelayanan.
"Kita juga terus memperbaiki dengan membuat berbagai terobosan, termasuk di dalamnya penggunaan teknologi digital yang dapat menghemat anggaran secara signifikan. Banyak pertanyaan muncul di benak kita, apakah teknologi digital merupakan kawan, atau lawan? Merupakan kesempatan atau ancaman?," ungkap Sri.
Dia menilai, arah teknologi digital ini tergantung bagaimana manusia dan bangsa memposisikan, menggunakan, dan meningkatkan kemampuan, serta memanfaatkannya. "Jika tidak bisa melawannya, maka jadikanlah kawan. Itulah sikap kita yang seharusnya dalam menghadapi arus perubahan akibat teknologi digital," tandasnya Sri.
(FRI)