Di saat seperti ini, APBN maju kembali ketika inflasi meninggi. Biasanya dimulai dari sisi moneter, menstabilkan harga melalui demand management. Tetapi, Sri menyebut bahwa dalam hal ini, moneter dan fiskal harus bekerja sama.
"Inilah kenapa kita menyebut APBN sebagai shock absorber, karena shock yang terjadi di pangan dan komoditas nggak semuanya langsung diteruskan dan disalurkan ke masyarakat (pass through)," sambung Sri.
Sebagian shock yang sedemikian besar itu ditampung oleh APBN, sehingga masyarakat terkena sedikit vibrasinya, seperti kemarin inflasi sempat meningkat untuk beberapa harga, kenaikan harga BBM 30 persen untuk Pertalite dan Solar.
"Itu masih sedikit, karena shocknya sebagian besar diabsorbsi oleh APBN, tapi nggak semuanya, tetap akan ada yang merembes masuk. Ongkos menjadi shock absorber itu yang akan mempengaruhi APBN," pungkas Sri.
(SLF)