sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani Ungkap Bagaimana APBN Jadi Penyelamat Hadapi Tantangan Global

Economics editor Michelle Natalia
28/10/2022 15:37 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen yang luar biasa penting.
Sri Mulyani Ungkap Bagaimana APBN Jadi Penyelamat Hadapi Tantangan Global. (Foto: MNC Media)
Sri Mulyani Ungkap Bagaimana APBN Jadi Penyelamat Hadapi Tantangan Global. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen yang luar biasa penting dan menentukan bagi perekonomian negara untuk diandalkan, dan dipakai dalam rangka mencapai tujuan bernegara. 

"Semua negara di dunia ini, kalau merdeka, pasti menyusun keuangan negaranya, dan APBN menjadi instrumen kebijakan fiskal dalam mengelola berbagai situasi dan tantangan negara tersebut di dalam rangka mencapai tujuannya, dimana situasi dan tantangan itu tidak selalu mudah dan simple," ujar dia dalam Seminar Bincang APBN 2023 secara virtual di Jakarta, Jumat (28/10/2022). 

Ia menyebutkan bahwa dalam konteks mengelola kebijakan fiskal melalui APBN, guidance-nya sudah sangat jelas dari sisi peraturan perundang-undangan untuk menjalankan tiga fungsi, yaitu stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

"Kelihatannya tiga kata itu jelas, tapi belum tentu secara empiris, konseptual, apalagi dari sisi teori mungkin banyak yang tidak mengetahui apa artinya stabilisasi, alokasi, dan distribusi," tambah Sri.

Sebenarnya, sambung dia, jika dilihat dari sisi ekonomi dan berbicara stabilisasi, ketika ekonomi dan negara sedang mengalami tantangan yang mengancam stabilitas negara tersebut, maka APBN harus digunakan dan bisa digunakan untuk meng-counter tantangan atau ancaman terhadap stabilisasi itu. 

"Nah kalau stabilisasi orang bayangannya adalah dari sisi keamanan, pertahanan, namun juga bisa dari sisi ekonomi. Ekonomi bisa dihadapkan pada berbagai guncangan yang bisa mengancam stabilitas, umpamanya seperti yang terjadi pada tahun 2020 yaitu pandemi, tiba-tiba ada virus COVID-19 yang membuat aktivitas ekonomi anjlok, itu mengancam stabilitas ekonomi, kesehatan, dan juga bisa menjadi social-politic," jelas Sri.

Dia menyebutkan, di momen seperti itulah APBN maju sebagai instrumen untuk meng-counter ancaman stabilitas. Maka di saat seperti itu, APBN disebut counter-cyclical, karena pandemi, siklus ekonomi pun anjlok.

"Orang mau ke sekolah, orang mau bekerja, orang mau ke masjid, ke gereja, ke mall, mau ke airport, semuanya berhenti,  makanya ekonominya terjun payung. Di situlah APBN menyangga jatuhnya, dicounter supaya tidak terlalu dalam dan bisa pulih kembali, itu yang kita sebutkan counter-cyclical di tahun 2020, 2021, dan di 2022 ini, desain APBN adalah counter-cyclical," paparnya.

Ketika pandemi dikatakan akan selesai menurut World Health Organization (WHO), muncul krisis baru yaitu kenaikan harga pangan, energi, dan tekanan geopolitik yang meningkat, yang menimbulkan disrupsi supply secara global. Di situ, terjadi shock, harga pangan dan energi melonjak sangat tinggi. 

"Batubara yang biasanya seharga USD70 dan 80 per ton kini menjadi USD400 per ton, CPO yang tadinya USD700 naik menjadi USD1.700, lebih dari 2 kali lipat, belum harga minyak yang tadinya USD60 per barel menjadi USD105, dan harga-harga lain seperti gandum, nikel, dan yang lainnya naik. Ketika harga komoditas melonjak tinggi, pastinya inflasi juga sangat tinggi," ungkap Sri.

Di saat seperti ini, APBN maju kembali ketika inflasi meninggi. Biasanya dimulai dari sisi moneter, menstabilkan harga melalui demand management. Tetapi, Sri menyebut bahwa dalam hal ini, moneter dan fiskal harus bekerja sama. 

"Inilah kenapa kita menyebut APBN sebagai shock absorber, karena shock yang terjadi di pangan dan komoditas nggak semuanya langsung diteruskan dan disalurkan ke masyarakat (pass through)," sambung Sri.

Sebagian shock yang sedemikian besar itu ditampung oleh APBN, sehingga masyarakat terkena sedikit vibrasinya, seperti kemarin inflasi sempat meningkat untuk beberapa harga, kenaikan harga BBM 30 persen untuk Pertalite dan Solar.

"Itu masih sedikit, karena shocknya sebagian besar diabsorbsi oleh APBN, tapi nggak semuanya, tetap akan ada yang merembes masuk. Ongkos menjadi shock absorber itu yang akan mempengaruhi APBN," pungkas Sri.

(SLF)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement