Bahlil menceritakan, adanya larangan ekspor nikel yang dilakukan sebelumnya membuat Indonesia di gugat WTO, namun hal tersebut berhasil membangun hilirisasi dengan masuknya investor yang menggarap nikel di Indonesia.
Mulai dari perusahaan asal Korea Selatan LG, dan CATL perusahaan asal China yang akan membangun ekosistem nikel mulai dari mining (penambangan), pembangunan smelter, prekusor, katoda, baterai sel hingga mobil listrik.
Hal tersebut memberikan nilai tambah untuk pendapatan nikel, jika sebelum dilakukan hilirasi atau hanya melakukan ekspor nikel negara hanya mendapatkan USD3,4 miliar pada tahun 2018, maka di tahun 2021 angkanya naik menjadi USD20,5 miliar.
"Tahun 2022, saya target bisa mencapai USD30 miliar supaya naik menjadi 10 kali lipat," pungkas Bahlil.
(FAY)