IDXChannel - Ambisi hilirisasi sektor tambang RI semakin terlihat nyata. Hal ini terlihat dari pernyataan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) pada akhir 2022 lalu yang akan mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih mentah hasil tambang.
Setelah sebelumnya larangan ekspor biji nikel sempat mendapat gugatan ke WTO, kali ini presiden RI menegaskan akan melarang ekspor salah satu bijih mentah hasil tambang, yakni bauksit.
Indonesia termasuk ke dalam negara yang memiliki cadangan bauksit jumbo. Menurut data Kementerian ESDM, sumber daya bauksit di Tanah Air mencapai 6,6 miliar ton dengan cadangan mencapai 3,2 miliar ton.
Adapun cadangan bauksit tersebar di wilayah Sumatera seperti Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung, serta di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Di level global, Indonesia masih menjadi pemain andalan sebagai pemasok bauksit di mana RI memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit dunia.
Data Kementerian ESDM menunjukkan produksi bauksit di Indonesia akan bahkan akan bertahan hingga tahun 2063.
Perhitungan ini berdasarkan asumsi ketahanan cadangan jika cadangan tidak bertambah dan konsumsi bijih mencapai tingkat maksimum ketika semua alumina yang direncanakan telah refinery terbangun dan beroperasi seluruhnya. Di mana tingkat produksi bauksit mencapai 70,3 juta ton per tahun. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sebagai informasi, bauksit merupakan bahan dasar pembuatan aluminium. Namun untuk bisa menjadi aluminium, bauksit harus diolah dan harus dilakukan pemurnian terlebih dahulu dengan menggunakan proses bayer.
Proses ini dilakukan dengan cara mencuci bauksit dalam larutan yang sangat panas sehingga kandungan aluminiumnya terlepas dengan sendirinya. Setelah itu, bauksit dapat digunakan sebagai bahan baku material berbahan alumunium.