Seharusnya, ungkap Poempida, kalau hal demikian yang menjadi masalah, yang perlu di bereskan adalah sistem pengelolaannya. Bukan mengeluarkan justru menukar hak pekerja mencairkan JHT dengan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Sebab hal tersebut memang sudah diatur dalam konstitusi.
"Saya tidak bisa terima, seharusnya suka tidak suka, ini yang harus diselesaikan, kalau mau menyelesaikan ini pengelolaannya, jangan kemudian di Bebani ke buruh atau pekerja," tutur Poempida.
Pada kesempatannya Poempida juga memberikan salah satu contoh hitung-hitungan investasi di BPJS Ketenagakerjaan yang menurutnya salah ketika dirinya masih menjadi dewan pengawas di BPJS Ketenagakerjaan.
"Misalnya dalam satu tahun sebelumnya, itu target tidak tercapai, misal target 10%, kemudian hanya tercapai 8%, berarti kan kurang 2% dari target, nah tahun berikutnya yang 2% ini tidak di hitung lagi, harusnya kan di kejar, tahun selanjutnya yasudah targetnya 10% lagi, harusnya kan ke 12% untuk nombokin yang sebelumnya gagal," kata Poempida.
"Saya sudah sampaikan ke Bu menteri Sri Mulyani, bahwa ada risiko gagal bayar, makanya di perkecil jumlah portofolio saham dan reksadananya," pungkasnya. (FHM)