sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Terkendala Kualitas, 79 Persen Bahan Baku Susu Indonesia Masih Impor

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
05/04/2022 19:00 WIB
menurut Agus, pihaknya akan segera memperbaiki alur suplai bahan baku susu yang ada di level hulu.
Terkendala Kualitas, 79 Persen Bahan Baku Susu Indonesia Masih Impor (foto: MNC Media)
Terkendala Kualitas, 79 Persen Bahan Baku Susu Indonesia Masih Impor (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap fakta bahwa kemampuan produksi nasional untuk kebutuhan bahan baku Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) hanya mencapai 0,87 juta ton per tahun. Volume tersebut setara dengan 21 persen saja terhadap keseluruhan kebutuhan pasokan bahan baku SSDN di Indonesia.

Guna menutup kebutuhan tersebut, lebih dari 3,32 juta ton atau sekitar 79 persen pasokan bahan baku SSDN didatangkan dari luar negeri, dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk, dan whey.

"Dalam periode 5 tahun terakhir pasokan SSDN hanya tumbuh rata-rata 0,9 persen per tahun, sedangkan kebutuhan industrinya tumbuh rata-rata 6 persen per tahun," ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Guna mengatasi kondisi tersebut, menurut Agus, pihaknya akan segera memperbaiki alur suplai bahan baku susu yang ada di level hulu. Dijelaskannya, transaksi yang terjadi antara para peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) di tempat-tempat penerimaan susu (TPS) dan/atau Koperasi pada umumnya dilakukan secara manual dan konvensional.

Hal itu membuat proses transaksi tersebut memakan waktu lama, yang berdampak pada kualitas susu yang disetor. "Terlebih lagi untuk TPS-TPS yang belum dilengkapi dengan cooling Unit yang memadai. Ini selain menyebabkan harga pembelian susu jadi tidak maksimal, juga membuat kualitas susu yang disetor tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh industri pengolahan susu," ungkap Agus.

Saat ini beberapa Industri Pengolahan Susu telah melakukan rintisan pembinaan dalam penerapan transformasi digital di TPS-TPS dan dihubungkan dengan koperasinya, antara lain di beberapa TPS dibawah Koperasi SAE Pujon Malang (binaan PT. Nestle) dan TPS-TPS dibawah KPBS Pengalengan (binaan PT. Frisian Flag Indonesia).

TPS di kedua koperasi susu tersebut telah dilengkapi dengan timbangan digital dan peralatan pencatatan data peternak secara digital pula, sehingga proses transaksi setoran susu dapat berjalan lebih cepat dan transparan. Menurut Agus, dengan digitalisasi TPS dan Koperasi, akan berdampak positif baik bagi peternak maupun Industri Pengolahan Susu. 

"Bagi peternak dimungkinkan akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari peningkatan kualitas susu yang disetor dan meningkatnya transparansi yang akan meningkatkan trust peternak kepada koperasi/industri," tuturnya.

Di sisi lain, bagi Industri Pengolahan Susu akan mendapatkan bahan baku susu dengan kualitas yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap produk olahan susu yang dihasilkan.

Dari digitalisasi Koperasi dan TPS ini, kata Agus, lebih jauh dapat dimungkinkan untuk dilakukan kajian pemberian input (pakan dan perlakuan) vs output (produktivitas dan kualitas susu) yang dihasilkan, sehingga ke depan diharapkan dapat diketahui jenis dan komposisi pakan yang optimal untuk menghasilkan SSDN dengan produktivitas dan kualitas yang tinggi.

Saat ini dari jumlah TPS sebanyak 949 unit, baru sekitar 338 unit (35,6 persen) yang sudah memiliki Cooling Unit dan baru 24 unit (2,5 persen) yang telah dilakukan digitalisasi.

"Sehingga kita masih memiliki banyak PR untuk dapat melakukan digitalisasi Koperasi Susu dan TPS secara nasional. Sementara itu, program digitalisasi TPS, baru dapat dilakukan, apabila TPS tersebut telah memiliki Cooling Unit yang memadai," tegas Agus. (TSA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement