"(Solusinya adalah) Dinikmati saja. Masak mau untung terus. Laris terus. Semua kan pasti ada masanya. Jadi kita jalani dan nikmati saja, sambil berusaha gimana caranya usaha tetap bisa berjalan. Jangan sampai gulung tikar," tandas Titin.
Diversifikasi
Dengan sejumlah tantangan tersebut, Titin mencoba memitigasi risiko kerugian dengan juga berinvetasi pada jenis usaha yang berbeda. Dari sekian banyak jenis usaha lain yang sempat dijajal, Titin juga mencoba berinvestasi dengan membeli angkot.
Saat ini, secara total Titin memiliki empat unit angkot yang disewakan dengan tarif beragam, bergantung dengan usia kendaraan dan panjangnya trayek yang dilalui.
"Ada yang Rp70 ribu (per hari), Rp80 ribu, lalu Rp100 ribu. Tergantung mobilnya, makin tua ya makin murah. Kalau masih usia muda, ya sewanya mahal. Trayek juga (berpengaruh), makin panjang makin mahal, karena si supir kan bisa dapat penumpangnya lebih banyak," jelas Titin.
Dengan terus berbisnis, Titin seolah justru semakin mendapatkan semangat guna menjalani hari-harinya di usia senja. Bahkan, dengan anak-anak yang telah dewasa dan hidup mandiri, pada dasarnya kehidupan Titin kini sudah tidak lagi memiliki banyak kebutuhan untuk dicukupi.