IDXChannel - Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI) mencatat sejak tahun 2011 hingga tahun 2022 sudah jutaan orang Indonesia yang terjebak dalam investasi ilegal. Jumlah tersebut jika dikalkulasi kerugiannya bahkan mencapai Rp117,4 triliun.
Sedangkan pada tahun 2021 nilai kerugian masyarakat yang terjebak dalam investasi ilegal adalah Rp2,5 triliun. Nilai tersebut memang lebih rendah jika dibandingkan dari tahun sebelumnya 2020, yang dicatat hingga Rp5,9 triliun.
Namun bukan dilihat dari jumlahnya, kerugian masyarakat akibat Investasi Ilegal sudah terjadi sejak tahun 2011 yang mencatatkan kerugian tertinggi hingga Rp68,62 triliun.
Kerugian tersebut berasal dari berbagai modus penipuan, ada yang berasal dari pinjaman daring ilegal, penipuan jual beli aset kripto ilegal, perdagangan mata uang asing bodong, multilevel marketing ilegal, bahkan gadai ilegal.
Pemerintah sudah banyak memblokir situs investasi ilegal. Tapi setiap tahunnya pasti ada saja masyarakat yang terjebak dalam lubang investasi ilegal. Baik menggunakan modus lama maupun terjebak dalam modus yang baru. Misalnya seperti investasi opsi biner (binary option), penipuan robot trading ilegal berskema multilevel marketing (MLM) atau ponzi, serta jual beli aset kripto dengan skema ponzi.
Kasus investasi bodong lewat platform binary option seperti Binomo belakangan mulai muncul ke permukaan. Banyak masyarakat yang baru mulai melapor ketika mengalami kerugian.
Bahkan belum lama Pemerintah juga sudah menangkap beberapa influencer yang mengiklankan produk investasi ilegal. Mereka terancam dimiskinkan hingga mendapat hukuman pidana penjara.
Menurut Ketua SWI Tongam L Tobbing mengatakan banyaknya masyarakat yang terjebak investasi ilegal lantaran minimnya literasi tentang investasi. Banyak dari mereka yang terbius dari iming-iming afiliator yang menawarkan keuntungan melimpah.
"Masih banyak masyarakat yang tergiur bunga imbal hasil tinggi langsung ikut, begitu di iming-iming langsung ikut, makanya perlu ditingkatkan literasi produk keuangan di masyarakat," ujar Tongam pada keterangannya dikutip, Rabu (2/3/2022).
OJK juga sempat merilis hasil survei nasional tentang literasi keuangan pada tahun 2019, hasilnya indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dari seluruh penduduk Indonesia dan indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%.
Temuan survey tersebut menggambarkan bahwa tingkat pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan masyarakat menggunakan produk dan layanan jasa keuangan masih cukup minim. Bahkan bisa disebut mayoritas masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami karakteristik maupun produk keuangan yang dimiliki.
(NDA)