sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Tren Positif Investasi Sektor Hulu Momentum Percepat Revisi UU Migas

Economics editor Yanto Kusdiantono
20/08/2025 23:11 WIB
Iklim investasi hulu migas yang sedang dalam tren positif, sudah saatnya agar proses revisi UU Migas yang sedang bergulir di DPR segera diselesaikan.
Tren Positif Investasi Sektor Hulu Momentum Percepat Revisi UU Migas. (Foto Ilustrasi/Istimewa)
Tren Positif Investasi Sektor Hulu Momentum Percepat Revisi UU Migas. (Foto Ilustrasi/Istimewa)

IDXChannel - Perkembangan investasi hulu minyak dan gas (migas) nasional dilaporkan sedang berada dalam tren positif.

Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, hingga semester I-2025 realisasi investasi hulu migas mencapai USD7,19 miliar. Angka tersebut meningkat 28,6 persen dibandingkan periode yang sama di 2024 yakni sebesar USD5,59 miliar. 

Tren positif investasi hulu migas nasional sejalan dengan investasi hulu migas global yang juga berada dalam arah yang sama. Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang keluar dari Paris Agreement dan secara tegas menyampaikan akan tetap memproduksi dan menggunakan energi fosil terutama migas, menjadi salah satu faktor penyebab investasi hulu migas global berada dalam tren positif. 

Realisasi investasi hulu migas global tercatat meningkat dari USD468 miliar pada 2020 menjadi USD593 miliar pada 2024.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, mencermati iklim investasi hulu migas nasional yang sedang dalam tren positif, pihaknya menilai sudah saatnya agar proses revisi UU Migas yang sedang bergulir di DPR segera diselesaikan.

“Revisi UU Migas secara prinsip perlu mengatur dan memuat setidaknya tiga elemen fundamental yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sistem Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC),” ujar Komaidi di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Ketiga elemen yang dimaksud yakni pertama, penerapan prinsip assume and discharge di dalam hal perpajakan Kontrak Kerja Sama. Kedua, penerapan prinsip pemisahan urusan administrasi dan keuangan Kontrak Kerja Sama dengan urusan pemerintahan dan keuangan negara (state finance).

Kemudian ketiga, penerapan prinsip birokrasi satu pintu yang mengurus hal administrasi, birokrasi, dan perizinan Kontrak Kerja Sama.

Menurut Komaidi, terkait urgensi revisi UU Migas No 22/2001, hal tersebut perlu dilakukan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah membatalkan sejumlah ketentuan UU Migas No.22/2001, yakni melalui Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 pada 21 Desember 2004, kemudian Putusan Mk No. 20/PUU-V/2007 pada 13 Desember 2007, dan Putusan MK No.36/PUU-X/2012 pada 13 November 2012.

“Revisi juga penting untuk mengakomodasi perkembangan dan dinamika industri hulu migas yang memerlukan tambahan pengaturan seperti pengaturan mengenai pengalihan komitmen pasti, pengaturan mengenai mekanisme konsolidasi biaya untuk tujuan pengurangan pajak, pengaturan mengenai manajemen emisi CO2 (CCS/CCUS), dan pembentukan Petroleum Fund,” kata Komaidi.

Menurut Komaidi, kendati secara nilai investasi ada peningkatan, namun ada beberapa pekerjaan rumah di sektor migas masih perlu diselesaikan. Di antaranya terkait iklim investasi dan kepastian hukum.

Perihal pekerjaan rumah yang dimaksud, Komaidi merujuk pada laporan IHS Markit (S&P Global) 2025 di mana menempatkan posisi attractiveness iklim investasi hulu migas Indonesia di Asia Pasifik berada di posisi 9 dari 14 negara. Dalam hal overall attractiveness, rating iklim investasi hulu migas dilaporkan meningkat dari sebelumnya di bawah 4,75 pada 2021 menjadi 5,35 di 2025.

Terdapat empat elemen kunci menjadi indikator di dalam pengukuran rating IHS Market tersebut yakni meliputi activities & success, fiscal system, oil and gas risk, dan legal & contractual.

“Secara umum, dalam ketiga aspek pertama rating iklim investasi hulu migas Indonesia terus membaik, sementara pada aspek ke-4 yaitu legal & contractual, cenderung mengalami stagnasi dan memerlukan terobosan, yaitu adanya kebutuhan akan payung hukum yang lebih kuat,” kata Komaidi.

Peningkatan rating pada fiscal system di antaranya karena adanya beberapa kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam kegiatan usaha hulu migas dalam beberapa waktu terakhir seperti diberikannya fleksibilitas kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk dapat memilih sistem kontrak berupa Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery, PSC Gross Split dan New Gross Split.

Kemudian, adanya penawaran dan penambahan split atau bagi hasil yang lebih baik, dan skema yang memungkinkan pemerintah membuka ruang untuk dapat dilakukan negosiasi besaran signature bonus.

“Perbaikan dalam aspek activities & success dan oil and gas risk juga dikarenakan oleh sejumlah terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,” katanya.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement