Ketakutan itulah membuat perusahaan menghentikan operasional Blast Furnace pada 2019 lalu. Keputusan itu pun menjadi sorotan Komisi VII DPR saat ini. Bambang menilai, langkah penutupan pabrik tidak sejalan dengan upaya penguatan industri baja dalam negeri.
Pasalnya, pada waktu bersamaan penutupan Blast Furnace diikuti oleh impor baja. Bambang menilai langkah KRAS tidak sesuai dengan semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus mendoromg penguatan industri baja di Indonesia.
"Bijih besinya banyak di Indonesia, bertebaran dimana-mana bahkan Indonesia salah satu negara penghasil bijih besi terbesar di dunia. Tapi lucu kita malah impor," kata dia.
Seyogyanya, lanjut Bambang, KRAS memiliki semangat yang sama dengan Kepala Negara. Bukan justru berusaha menghentikan industri-industri peleburan milik.
"Malah ini akhirnya kan trader kan lucu, satu sisi dia bilang industrinya melemah tapi satu sisi untung. Untungnya dari mana kalau bukan dari trader? Ini jangan sampai jadi perusahaan calo ini. Jadi kita ingin dalami, kita ingin investigasi kenapa blast furnace yang ada saat ini harus dihentikan, kalau alasan rugi apakah ruginya sedemikian? apakah lebih merugi mana rugi dihentikan ataukah membuat baru? ini kan sesuatu yang unik," ungkap dia.