sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Utang Publik Global Capai Rekor Baru, Tembus Rp1.653.000 Triliun

Economics editor Ahmad Islamy
03/07/2025 11:00 WIB
Laporan UNCTAD juga menyoroti bahwa utang publik di negara-negara berkembang tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan di negara-negara maju sejak 2010.
Utang luar negeri di negara-negara berkembang terus meningkat dalam jumlah tinggi (ilustrasi). (Foto: Ist.)
Utang luar negeri di negara-negara berkembang terus meningkat dalam jumlah tinggi (ilustrasi). (Foto: Ist.)

IDXChannelUtang publik global melonjak ke titik tertinggi sepanjang masa. Nilainya mencapai USD102 triliun (lebih dari Rp1.653.031 triliun) pada 2024, atau naik 7,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), hampir sepertiga dari total utang itu (USD31 triliun) dimiliki oleh negara-negara berkembang. Hal tersebut diungkapkan dalam laporan UNCTAD berjudul "Dunia yang Penuh Utang 2025".

Angka utang meningkat dari USD97 triliun pada 2023 dan USD90 triliun pada 2021 dan 2022. Angka ini sekaligus menggambarkan percepatan berkelanjutan dalam pinjaman negara. 

Data tersebut muncul hanya beberapa bulan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kenaikan tajam pada tingkat utang global. Lembaga itu memproyeksikan peningkatan 2,8 poin persentase pada 2025, yang akan mendorong utang publik global di atas 95 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

"Utang publik dapat menjadi vital bagi pembangunan. Pemerintah menggunakannya untuk membiayai pengeluaran, melindungi dan berinvestasi pada rakyatnya, serta membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik," kata UNCTAD dalam laporannya.

"Namun, ketika utang publik tumbuh berlebihan atau biayanya lebih besar daripada manfaatnya, utang tersebut menjadi beban yang berat. Inilah yang terjadi di seluruh negara berkembang saat ini," kata badan PBB itu menambahkan.

Laporan UNCTAD juga menyoroti bahwa utang publik di negara-negara berkembang tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan di negara-negara maju sejak 2010. 

Distribusi utang regional menunjukkan, Asia dan Oseania menyumbang 24 persen dari total utang global. Posisi berikutnya diikuti oleh Amerika Latin dan Karibia sebesar 5 persen, dan Afrika sebesar 2 persen. 

"Beban utang ini sangat bervariasi berdasarkan harga dan jatuh tempo utang yang dapat diakses oleh negara-negara, dan semakin diperburuk oleh kesenjangan yang tertanam dalam arsitektur keuangan internasional," kata UNCTAD.  

Laporan tersebut lebih lanjut mencatat bahwa negara-negara berkembang kini menghadapi biaya utang publik eksternal yang tinggi dan terus meningkat. Setengah dari negara-negara itu membayar sedikitnya 6,5 ​​persen dari pendapatan ekspor untuk membayar utang eksternal pada 2023. 

Negara-negara berkembang menghabiskan USD487 miliar untuk layanan utang luar negeri selama periode 12 bulan tersebut. Selain itu, setengah dari negara berkembang mengalokasikan setidaknya 8,6 persen dari pendapatan publik mereka untuk membayar utang luar negeri, atau hampir dua kali lipat dari 4,7 persen yang tercatat pada 2010. 

"Situasi ini menyebabkan berkurangnya sumber daya negara yang tersedia untuk investasi dalam modal manusia dan pembangunan berkelanjutan, dan diperparah oleh memburuknya prospek ekonomi global yang melemahkan pengumpulan pendapatan," kata UNCTAD.  

Pembayaran bunga bersih atas utang publik di negara-negara berkembang mencapai USD921 miliar pada 2024. Angka itu meningkat 10 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

(Ahmad Islamy Jamil)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement