sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Wacana Harga BBM Naik, Imbas Beban Impor Migas dan Pelemahan Rupiah?

Economics editor Maulina Ulfa
27/06/2024 12:55 WIB
PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, memutuskan untuk kembali tidak menaikkan harga BBM Non Subsidi pada Juni 2024.
Wacana Harga BBM Naik, Imbas Beban Impor Migas dan Pelemahan Rupiah? (Foto: MNC Media)
Wacana Harga BBM Naik, Imbas Beban Impor Migas dan Pelemahan Rupiah? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, memutuskan untuk kembali tidak menaikkan harga BBM Non Subsidi pada Juni 2024.

Wacana ini muncul di tengah harga minyak dunia yang masih fluktuatif dan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, keputusan tidak mengubah harga BBM mengacu pada beberapa aspek yang tercantum dalam Kepmen ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi.

Dalam aturan ini, perhitungan formulasi harga BBM, di antaranya dipengaruhi oleh nilai tukar dolar AS dan MOPS (Mean of Plats Singapore).

Informasi saja, penggunaan MOPS untuk menentukan harga patokan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri karena belum adanya harga pasar dalam negeri sehingga diperlukan acuan harga pasar terdekat (border price).

"Penyesuaian harga BBM nonsubsidi memang mengacu pada regulasi. Namun pada kondisi saat ini kami mendukung upaya Pemerintah untuk menjaga stabilitas perekonomian," kata Irto dalam keterangan tertulisnya, akhir bulan lalu.

Beban Defisit Neraca Migas dan Pelemahan Rupiah

Indonesia merupakan negara net importir minyak dan gas (migas) meski memiliki aktivitas eksplorasi dan produksi dalam negeri.

Neraca dagang RI sektor migas per Mei 2024 masih mengalami defisit USD1,33 miliar dengan komoditas utama penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak mentah.

Secara kumulatif, pada periode Januari—Mei 2024 sektor migas mengalami defisit USD8,07 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)

Impor migas Mei 2024 senilai USD2,75 miliar, turun 7,91 persen dibandingkan April 2024 atau turun 12,34 persen dibandingkan Mei 2023.

Secara tren, impor migas mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Namun demikian, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kini menghantui impor migas Indonesia. (Lihat grafik di bawah ini.)

Mata uang rupiah juga kembali terdepresiasi 0,16 persen terhadap dolar AS di level Rp16.425 per USD pada pukul 12.00 WIB.

Rupiah juga sudah melemah 2,72 persen selama sebulan terakhir dan 6,59 persen secara YTD.

Pelemahan rupiah ini salah satunya dipengaruhi indeks dolar yang naik ke level 106 pada perdagangan Rabu (26/6) dan menjadi level tertinggi yang belum pernah terlihat dalam dua bulan terakhir, karena para investor menilai prospek moneter sambil mencerna komentar dari pejabat The Federal Reserve (The Fed) dan menunggu data inflasi PCE utama AS pada esok hari.

Jika menggunakan kurs saat ini, nilai impor migas USD2,75 miliar saat ini setara dengan Rp45,17 triliun, angka yang cukup besar membebani APBN.

Meskipun tren impor minyak turun, jika tidak diimbangi dengan penguatan rupiah maka beban pemerintah akan semakin berat dalam upaya penyediaan energi nasional.

Dirjen Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah terus memantau pergerakan harga energi dan mengakui bahwa pelemahan kurs Rupiah memberi tekanan kepada subsidi BBM.

"Kita terus memantau pergerakan harga ini. Memang sejauh ni kurs ada peningkatan cukup signifikan, namun harga minyak (ICP), rata-ratanya sampai hari ini masih sesuai prediksi kita. Jadi, kita belum terlalu mendapat tekanan dari sisi ICP, tapi memang dari sisi kurs, kita mulai mendapatkan tekanan untuk subsidi BBM ini," tutur Isa.

Belum lagi anggaran belanja subsidi BBM yang selama ini menjadi program andalan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan inflasi.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) sebesar Rp25,7 triliun.

Jumlah itu meningkat sekitar 10 persen atau bertambah Rp2,4 triliun dibanding outlook 2023 sebesar Rp23,3 triliun. (Lihat grafik di bawah ini.)

Harga minyak WTI year on year (yoy) sudah menguat 15,75 persen dan Brent melesat 14,49 persen.

Belum lagi, imbas kenaikan harga-harga jika BBM dalam negeri dipastikan naik. Inflasi akan rentan naik terlihat dari keterkaitan erat pergerakan harga energi dengan kenakan bahan pokok.

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) setidaknya tercatat sudah 6 kali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Terakhir, kenaikan BBM terjadi pada September 2022.

Pada 2014, diawal kepemimpinan Presiden Jokowi BBM naik signifikan termasuk Premium dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 per liter. Lalu pada akhir Maret 2015 terjadi kenaikan BBM kembali setelah sebelumnya sempat turun dua kali.

Harga BBM seketika melonjak tinggi pada akhir 2022, tepatnya 3 September 2022 dengan kenaikan harga bensin jenis Pertalite menjadi Rp10.000 per liter dari harga sebelumnya Rp7.650. Ada juga Pertamax menjadi Rp14.500 dari Rp12.500 per liter, dan Solar menjadi Rp6.800 dari harga Rp5.150 per liter. (ADF)

Halaman : 1 2 3 4 5 6
Berita Rekomendasi

Berita Terkait
Advertisement
Advertisement