Hingga 6 Juli 2018, eskalasi perang dagang AS-China terus menguat. Pemerintahan Trump kembali memberlakukan tarif baru senilai USD34 miliar untuk barang-barang China yang masuk ke AS.
Lebih dari delapan ratus produk China di sektor industri dan transportasi, serta barang-barang seperti televisi dan peralatan medis, akan dikenakan pajak impor sebesar 25%.
China kemudian juga membalas dengan memberlakukan tarif impor lebih dari 500 produk AS. Pembalasan tarif dari Beijing tercatat bernilai sekitar USD34 miliar, menargetkan komoditas seperti daging sapi, susu, makanan laut, dan kedelai.
Pemerintahan Trump menuduh China telah "menipu" AS dan memanfaatkan aturan perdagangan bebas untuk merugikan perusahaan AS yang beroperasi di China.
Beijing mengkritik langkah administrasi Trump sebagai "intimidasi perdagangan" dan memperingatkan bahwa tarif dapat memicu keresahan pasar global.
Pada Januari 2020, kedua negara akhirnya menandatangani kesepakatan perdagangan "fase satu" di mana China setuju untuk meningkatkan belanja barang AS dari USD78 miliar pada 2019 menjadi USD159 miliar pada 2020.
Trump sempat memuji langkah ini sebagai “langkah penting menuju masa depan dan timbal balik yang adil dalam berdagang dengan Tiongkok.”
Namun pada kenyataannya, kesepakatan itu terbatas dan sengketa perdagangan terus bergemuruh.
Lebih buruk lagi, China tidak memenuhi komitmen USD159 miliar itu pada tahun pertama perjanjian, berdasarkan analisis Peterson Institute for International Economics, sebuah think-tank di Washington, DC. Pada tahun 2020 China hanya menghabiskan USD94 miliar untuk impor dari AS.
Setelah Presiden Joe Biden terpilih pada akhir 2020, ada lonjakan optimisme di kalangan pebisnis, di mana 45% responden mengharapkan hubungan AS-China yang lebih baik, berdasarkan survei Kamar Dagang Amerika di China.
Nampaknya, secara politik, ketegangan Xi terhadap AS berhasil diredam oleh Biden dalam pertemuan kemarin.
Dalam unggahan Instagramnya, Biden mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkomunikasi satu sama lain terkait kondisi global saat ini.
“Saya dan presiden Xi Jinping memiliki tanggung jawab untuk bekerja bersama di tengah tantangan global yang semakin penting dan akan melanjutkan komunikasi secara terbuka dan jujur yang saling kami bagikan,” tulis Biden dalam akun @Potus, Selasa (15/11).
Namun, dalam persoalan ekonomi dan perdagangan, publik masih menanti bagaimana kedua negara ini akan meredakan ketegangan semenjak eskalasi perang dagang menguat.
Persoalan Taiwan juga turut menjadi pembahasan Biden dan Xi Jinping. Biden menekankan agar setiap negara mematuhi aturan lalu lintas internasional.
"Kebijakan China tidak berubah. Kami mengajukan perubahan status quo sepihak di kedua sisi dan kami berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas selat Taiwan," papar Biden.
Peran Penting Indonesia
Yang patut diacungi jempol adalah upaya Indonesia dalam mempertemukan para elite negara ini dalam forum KTT G20.
Bisa dikatakan, Indonesia berhasil menyediakan panggung bagi diplomasi tingkat tinggi antar negara. Salah satunya adalah pertemuan dramatis antara Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping yang akhirnya terwujud di Bali.
Dalam pidato pembukaan KTT G20, presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengajak seluruh negara bertanggung jawab dan menghormati hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam PBB secara konsisten.
“Bertanggung jawab berarti menciptakan situasi win-win, bukan zero-sum game. Bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju.
Jokowi juga memperingatkan pemimpin negara untuk bahu-membahu, bukan malah terpecah-belah menghadapi situasi global saat ini.
“Kita seharusnya tidak terpecah menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam perang dingin lagi,” kata Jokowi.
Biden juga memuji Indonesia sebagai mitra yang bersemangat dan penting bagi AS.
“Sebagai dua negara demokrasi terbesar di dunia, kami akan terus bekerja sama untuk melestarikan sistem berbasis aturan dan tatanan internasional serta menjunjung tinggi hak asasi manusia,” tulis Biden dalam akun instagramnya. (ADF)