“Saya temukan banyak tamparan. Saya pernah turun ke lingkungan preman, mereka lagi main judi, saat kita datang bawa nasi boks. Apa yang mereka lakukan? Sambil banting kartu mereka mengucap ‘Alhamdulillah, makan siang datang,’ Itu luar biasa sekali,” lanjutnya.
Padahal, para preman itu adalah penjudi. Namun kata Ana, “Tujuan mereka berjudi itu untuk apa? Ya, untuk makan. Kalau kita tidak sensitif terhadap hal-hal seperti ini, mau siapa lagi?”
Ana juga menerapkan standar operasional layaknya restoran di Balai Saji. Ia ingin semua stafnya menyambut pengunjung dengan ramah. Belajar dari pengalaman lewat restoran berkonsep serupa di tempat lain yang kehilangan pengunjung karena pelayanan yang tak ramah.
Itulah kisah inspiratif tentang Bunda Ana, wanita hebat yang mampu mendirikan 24 restoran prasmanan gratis Balai Saji di berbagai kota dengan niat mengembalikan masyarakt untuk kembali ke masjid. (NKK)