Meski begitu, Michael tetap memandang revisi aturan ini sebagai langkah maju. Ia kemudian memberi ilustrasi sederhana untuk menggambarkan dampaknya terhadap pergerakan harga.
“Sebagai contoh, jika penjatahan sebesar 1 persen yg umum di saham oleh ritel, kenaikan 4 kali hingga auto rejection atas (ARA) 25 persen setara dengan kenaikan 1 kali ara dengan penjatahan 2 persen,” demikian Michael menutup penjelasannya.
Pandangan lainnya disampaikan Founder WH Project, William Hartanto. Ia menilai aturan baru ini lebih berfungsi sebagai penyeimbang dinamika pasar ketimbang memberikan keuntungan khusus bagi pihak tertentu.
“Tujuan OJK membuat aturan ini mungkin untuk meredam spekulasi IPO. Jadi, tidak banyak ritel yang all in di saham IPO,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan batas pemesanan maksimal 10 persen turut menegaskan arah tersebut. “Kelihatannya tidak ada pihak yang diuntungkan secara khusus di sini karena dinyatakan bahwa pemesanan melebihi 10 persen tidak akan diproses juga,” ujar William.