Kasus Jiwasraya itu ditenggarai melibatkan pemilihan manajer investasi dengan proses kurang good governance dan trading saham yang goreng-gorengan. Sementara hasil investasi BPJAMSOSTEK masih positif.
"Perbedaannya Jiwasraya memang sudah rugi, kalau BPJAMSOSTEK masih untung. Pemilihan Manajer Investasi (MI), BPJAMSOSTEK ketat, Jiwasraya longgar, karena itu Jiwasraya sedang terdesak," tutur dia.
Alokasi aset BPJAMSOSTEK itu hanya 17%, tapi Jiwasraya karena mengejar high risk high return maka lebih besar. Alokasi portofolio BPJAMSOSTEK 95% saham LQ45, artinya fundamental dianggap bursa bagus, sementara Jiwasraya saham “goreng-gorengan”.
"Namanya market turun, apalagi 2020 kuartal 2 dan 3, memang kalau market turun, mau itu saham dengan fundamental bagus, ya tetap turun."
Tapi selama itu belum dijual kembali, itu baru di atas kertas (belum terealisasi), dan kebetulan memang dibuktikan bahwa ketika market naik, maka UL di BPJAMSOSTEK juga menurun.