“Oleh karena itu, valuasi adalah saving grace [anugrah] untuk sektor ini, dan kami yakin sisi negatifnya [downside] relatif terbatas dibandingkan dengan sektor lain sekarang,” jelas analis DBS.
Namun, lanjut DBS, di tengah potensi prapenjualan 2022 yang masih dapat dicapai, headwinds atau gangguan makro tidak bisa diabaikan begitu saja oleh perusahaan properti.
“Kami pikir target 2022 masih dalam jangkauan, tetapi kenaikan [upside] tidak mungkin tercapai sekarang di tengah lingkungan yang lebih menantang,” beber DBS.
DBS bilang, dampak dari kenaikan suku bunga dan penyesuaian harga BBM pada permintaan properti mungkin terjadi pada prapenjualan 2023.
“Kami berharap prapenjualan pada 2023 akan mendatar hingga sedikit lebih rendah di [level] -1% (vs. 4% dari target pertumbuhan pada tahun 2022),” DBS menulis.
Berkaca pada itu, DBS memilih CTRA sebagai top pick (saham pilihan utama) mereka.
“Kami menyukai CTRA karena kinerjanya lebih baik daripada perusahaan sejenis dalam hal pertumbuhan laba bersih dan margin laba dan memiliki keunggulan dibandingkan pengembang lain dalam hal diversifikasi portofolio diversifikasi,” jelas analis DBS.
Sementara itu, masih mengutip DBS, saham BSDE milik Grup Sinarmas memiliki valuasi termurah, yakni terdiskon 72% terhadap RNAV, ‘lantaran memiliki landbank yang besar’.
Melihat analisis di atas, sektor pemulihan sektor properti masih berlangsung di tengah banyaknya aral gendala. Prospek masih cerah, kendati iklim makro masih menekan.
Para taipan properti, sekali lagi, tampaknya masih harus menunggu. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.