“Perseroan bersama pemegang saham utama berupaya membuat rencana dan mempertimbangkan opsi yang memungkinkan untuk memperbaiki kondisi,” tutur Djohan.
Laporan keuangan triwulan ketiga 2024 juga memberikan gambaran yang mengkhawatirkan terkait kelangsungan usaha perseroan.
Dalam laporan tersebut dinyatakan perusahaan sudah tidak melakukan proses produksi. Dari sisi neraca, terjadi defisiensi modal (modal tekor) mencapai Rp657,56 miliar per 30 September 2024.
“Kondisi tersebut mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya,” tulis manajemen.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar terkait arah bisnis yang akan diambil TIRT ke depan. Terlebih, Djohan membenarkan industri tersebut telah mengalami sunset atau penurunan signifikan.