IDXChannel - Kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi kenaikan suku bunga secara tajam masih menjadi pemberat utama harga minyak dunia untuk dapat beranjak naik dari posisi sulit.
Seperti halnya pada perdagangan Jumat (16/9/2022), harga minyak terpantau hanya naik tipis, sehingga tidak cukup untuk menutupi kerugian yang telah terjadi dalam sepekan terakhir. Pasar tetap berkeyakinan bahwa suku bunga tinggi bakal membanting pertumbuhan global, yang pada akhirnya menekan permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent naik 56 sen (0,6 persen) menjadi USD91,4 per barel pada 0610 GMT, namun terhitung turun 1,5 persen di sepanjang pekan ini. Sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik 42 sen (0,5 persen) menjadi USD85,52 per barel, namun masih rugi 1,4 persen secara mingguan.
"Rebound hari ini untuk harga minyak hanya dapat digambarkan sebagai koreksi jangka pendek, karena Fed diyakini akan kembali menaikkan suku bunganya sebesar 75bp atau 100bp minggu depan," ujar Analis di CMC Markets, Leon Li, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (16/9/2022).
Kedua harga acuan menuju kerugian mingguan ketiga berturut-turut, sebagian dirugikan oleh dolar AS yang kuat, yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Indeks dolar turun pada Jumat tetapi bertahan di dekat tertinggi minggu lalu di atas 110. Investor bersiap untuk kenaikan suku bunga AS minggu depan setelah data menunjukkan inflasi yang meluas dan di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi global.
Pasar juga terguncang minggu ini oleh prospek Badan Energi Internasional untuk hampir nol pertumbuhan permintaan minyak pada kuartal keempat, karena prospek permintaan yang lebih lemah untuk China.
“Fundamental minyak sebagian besar masih bearish karena prospek permintaan China tetap menjadi tanda tanya besar dan karena inflasi yang melawan Fed tampaknya siap untuk melemahkan ekonomi AS," ujar Analis OANDA, Edward Moya, dalam laporan yang sama.
Analis mengatakan sentimen menderita dari komentar oleh Departemen Energi AS bahwa tidak mungkin untuk berusaha mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR) sampai setelah tahun fiskal 2023.
Di sisi penawaran, pasar telah menemukan beberapa dukungan pada berkurangnya ekspektasi kembalinya minyak mentah Iran, karena para pejabat Barat mengecilkan prospek menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Teheran.
Analis Commonwealth Bank Vivek Dhar mengatakan hal itu mendukung pandangan bank bahwa pasar minyak akan mengetat pada akhir tahun dan Brent akan kembali ke USD100 per barel pada kuartal keempat.
Anggota OPEC+ kemungkinan akan membahas pengurangan produksi, karena Eropa akan menghadapi krisis energi di tengah ketidakpastian pasokan minyak dan gas dari Rusia, tambah Li dari CMC. (TSA)
Penulis: Nur Pahdilah