Pasar tengah mengamati pertemuan mendatang dari badan pembuat keputusan utama China, Politbiro yang diharapkan berlangsung minggu ini yang dapat memeroleh dukungan kebijakan ekonomi lebih lanjut.
Namun, ekspektasi terbatas setelah Sidang Pleno Ketiga, pertemuan kebijakan utama pada pertengahan Juli, sebagian besar menegaskan kembali tujuan kebijakan ekonomi yang ada dan gagal mengangkat sentimen pasar. Fokus minggu ini adalah serangkaian pembacaan indeks manajer pembelian dari China, yang akan memberikan lebih banyak petunjuk tentang ekonomi terbesar di Asia tersebut.
Dari sentimen domestik, diakui Gunawan, posisi utang pemerintahan naik menjadi Rp8.444,87 triliun hingga akhir Juni 2024 atau tiga bulan jelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rasio ini tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kementerian Keuangan merinci, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12 persen.
Mengutip buku APBN Kita, posisi utang pemerintah pada Juni 2024 mengalami peningkatan dari Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024 (month-to-month atau mtm). Dengan posisi utang tersebut, rasio utang per akhir Juni 2024 tercatat sebesar 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,85 persen. Per akhir Juni 2024, tercatat lembaga keuangan memegang sekitar 41,1 persen kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22,1 persen dan perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 19,0 persen.
Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia (BI) tercatat sekitar 23,1 persen yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Sementara itu, asing tercatat hanya memiliki SBN domestik sekitar 13,9 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.