Dia juga menuding FREN tidak transparan soal Akta Penerbitan Waran serta Perkiraan Waktu Merger dalam Prospektus sebagai informasi penting atau fakta material.
"Bahwa sesuai UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, informasi penting atau fakta material harus diungkap ke publik, khususnya bunyi dan isi Akta Penerbitan Waran Seri III dalam prospektus," katanya.
Menurut Henri, percepatan jatuh tempo tersebut dilakukan secara sepihak sehingga merugikan investor. Harga eksekusi waran yang dulunya Rp100, dihargai Rp22-Rp25 per saham saja. Investor publik dipaksa mengonversi waran itu sebelum merger dan jika tidak, maka akan hangus.
Henri menjelaskan, harga FREN W-2 berada di level Rp1 sehingga endorong pemegang waran berlomba-lomba melepas warannya agar tak hangus. Namun, sulit menjual waran karena tidak ada yang membeli.
Kemudian pada akhir Desember 2024 dan Januari 2025, tiba-tiba terjadi transaksi besar di mana broker AI (UOB Kay Hian) dan YU (CGS-CIMB Securities) memborong waran FREN W-2. Broker AI bertransaksi total Rp4,7 miliar sementara YU Rp4,1 miliar.