Sementara, Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, menilai strategi partnership lending yang ditempuh Bank Jago bukan hanya efektif untuk mempercepat pertumbuhan. Yang tak kalah penting adalah aspek pengelolaan risiko dan mitigasi pembiayaan bermasalah.
"Dalam menyeleksi debitur yang layak dibiayai dan berkualitas bagus, Jago bisa mengandalkan data milik partner. Sebagai pemilik dan pengelola platform digital, para partner ini tentu lebih tahu kondisi mitra kerjanya yang tergabung dalam ekosistem. Inilah bentuk kolaborasi ideal bank digital dengan platform digital," ujar Piter.
Menurut Piter, bank dan platform juga memiliki kemampuan membangun credit scoring secara bersama sama, sehingga biaya kredit bisa ditekan dan pertumbuhan yang berkualitas bisa diwujudkan.
Kolaborasi unik semacam ini bisa diduplikasi oleh bank digital lainnya dan menjadi role model bank kecil dalam berkompetisi secara sehat di industri.
Piter juga meyakini bahwa ketika bank kecil dipaksa bertumbuh dan bersaing dengan strategi ‘brick and mortar’, maka jelas akan kalah.
Mereka tidak mungkin berkompetisi dengan bank besar yang sudah eksis sejak belasan tahun, memiliki jaringan kantor cabang dan mesin ATM melimpah serta ribuan karyawan.
"Maka itu, agar survive dan untung, mereka harus gerilya dengan mengoptimalkan teknologi dan kolaborasi. Bank digital mesti cerdik dan berani ambil risiko untuk melakukan lompatan eksponensial. Tanpa keberanian dan kecerdikan, mereka hanya akan menjadi bank kecil pada umumnya," tutur Piter.
Jika bank digital berani eksperimen dalam memperbesar pangsa pasar, lanjut Piter, maka akan membawa ekonomi digital negeri ini ke level baru yang lebih tinggi.