IDXChannel – Harga minyak sawit mentah (CPO) menguat pada Selasa (2/12/2025), mengikuti kenaikan harga minyak kedelai di Chicago dan minyak mentah, sementara pelemahan ringgit turut memberi sentimen positif.
Kontrak berjangka (futures) CPO untuk pengiriman Februari di Bursa Malaysia Derivatives naik 1,12 persen menjadi MYR4.139 per ton pada 14.46 WIB
Trader proprietary di Iceberg X Sdn Bhd, David Ng, menjelaskan, harga CPO dibuka menghijau setelah muncul kabar pembelian kedelai Amerika Serikat (AS) oleh China, ditambah sentimen positif dari penguatan harga minyak mentah.
Mengutip Reuters, futures kedelai Chicago juga bergerak naik seiring pelaku pasar menilai laju pembelian kedelai AS oleh China setelah kesepakatan dagang terbaru antara Beijing dan Washington pada akhir Oktober.
Di bursa Dalian, kontrak minyak kedelai paling aktif naik tipis 0,05 persen, sementara kontrak minyak sawitnya menguat 0,72 persen. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade bertambah 0,5 persen.
Harga minyak sawit mengikuti pergerakan minyak nabati pesaing karena bersaing dalam pasar global minyak nabati.
Harga minyak mentah bertahan kuat pada awal perdagangan Selasa di tengah penilaian pasar atas risiko serangan drone Ukraina ke fasilitas energi Rusia, meningkatnya ketegangan AS–Venezuela, serta ekspektasi beragam terhadap data persediaan bahan bakar AS.
Ringgit Malaysia, mata uang perdagangan CPO, melemah 0,1 persen terhadap dolar AS sehingga membuat kontrak lebih murah bagi pemegang mata uang asing.
Asosiasi minyak sawit terbesar di Indonesia, GAPKI, pada Senin menyatakan belum melihat dampak besar terhadap produksi setelah banjir melanda Sumatra.
Dari sisi permintaan, impor di India, pembeli terbesar dunia, diperkirakan naik menjadi 9,3 juta ton pada 2025-2026, dari 7,58 juta ton pada periode sebelumnya yang menjadi level terendah dalam lima tahun, didorong meningkatnya permintaan pangan dan harga yang lebih menarik.
Di China, pembacaan PMI November yang lemah meningkatkan harapan akan dukungan kebijakan baru menjelang Central Economic Work Conference pekan depan.
Namun, potensi kenaikan harga tertahan oleh sinyal turunnya ekspor. Intertek melaporkan pengiriman November anjlok 19,7 persen secara bulanan. (Aldo Fernando)