Liza juga menuturkan, aktivitas window dressing menjelang akhir semester dan penyesuaian posisi investasi menjelang laporan keuangan kuartal II-2025 berpotensi menjadi dorongan tambahan bagi pasar.
Dari sisi moneter, penurunan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari 4,25 persen ke 4,00 persen menjadi sinyal positif bagi likuiditas perbankan. Turunnya imbal hasil deposito juga mendorong investor mencari peluang di saham dan reksa dana. Selain itu, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate yang sudah dipangkas menjadi 5,50 persen memberi ruang tambahan bagi investor domestik untuk masuk.
Di sisi eksternal, para pelaku pasar memantau Komite Pasar Terbuka Federal di Amerika Serikat (AS) atau FOMC Meeting pada Juni–Juli. Nada dovish atau kemungkinan pivot Federal Reserve (The Fed) dapat memicu arus masuk dana asing, terutama jika pelemahan data ekonomi AS menekan dolar lebih jauh.
Liza menambahkan, rupiah sudah menguat ke kisaran Rp16.200 per USD, dengan peluang mencapai Rp16.000–Rp16.100 per USD jika tren dovish The Fed berlanjut. Ini akan menopang stabilitas pasar keuangan dalam negeri dan menjaga optimisme investor.
Sementara itu, sektor-sektor yang dinilai paling prospektif untuk Juni 2025 antara lain konsumsi dan ritel, transportasi dan pariwisata, perbankan, properti, serta teknologi. Sektor energi juga masih menjadi perhatian, seiring proyeksi jangka menengah yang positif meskipun harga komoditas berfluktuasi.